21 Oktober 2011

Pos Indonesia yang Timbul Tenggelam

Orang2 Holland menyebutnya Post Kantoor. Yup, kita mengenalnya sebagai kantor pos. Kantor dengan dominasi warna orange sangat mudah ditemui di kota, bahkan di desa. Kalau lihat film2 jaman dulu, gambaran pak pos itu berseragam, pakai topi, keliling kota atau desa mengantar surat ke rumah2 pakai sepeda atau motor dengan kantong surat besar kecoklatan di samping kanan dan kirinya. Kita atau orang tua barangkali pernah mengalami jaman pengiriman uang melalui wesel pos dengan kartunya yang berwarna kecoklatan. Belum lagi bis surat yang tersebar di berbagai lokasi strategis yang memudahkan kita mengirimkan surat.

Pada era 1990-an, anak2 kala itu, termasuk saya sebagai putra seorang karyawan pos, memiliki hobi bersahabat pena. Dulu Pos Giro menerbitkan suatu majalah (lupa namanya) yang isinya ada daftar nama anak2 sekolah di berbagai pelosok tanah air dengan alamat, tentu lengkap dengan kode posnya. Berbekal itu, kami bisa saling berkirim surat, bertegur sapa, dan berteman baik dengan mereka. Suatu kali saya pernah bersahabat dengan seseorang (lagi2 lupa namanya hehe) di Ambon. Kami saling bertukar surat, sampai ketika kerusuhan Ambon melanda, saya putus kontak dengannya. Semoga dia selamat dan baik2 saja di sana.
Selain sahabat pena, kala itu hobi filateli benar2 "happening". Setiap Pos Giro menerbitkan perangko baru, papa pasti membelikan untuk kami. Dengan teman2 di sekolah kami sering bertukar perangko. Tahun 1992 bahkan kami sekeluarga sempat pergi ke Banda Aceh untuk menyambangi pameran filateli dan surat raja2 di Nusantara. Terkagum2? Sudah pasti. Tahun 1990-an bisa dibilang menjadi masa kejayaan Pos Giro yang kelak mengubah namanya menjadi Pos Indonesia.

Di jaman yang lebih modern, muncul mobil pos keliling yang melayani kebutuhan surat menyurat masyarakat. Milenium kedua, layanan pos semakin beragam dan bervariasi. Mulai dari loket pembayaran berbagai billing, pajak, sampai tempat pembukaan rekening suatu bank syariah nasional terkemuka. Kalau flashback begini, hebat juga ya kalau kantor pos bisa sangat sedemikian menyentuh dan mewarnai kehidupan sehari2 kita.

Itu dulu. Lalu, bagaimana nasib kantor yang berpusat di Bandung ini sekarang? Lama sekali saya tidak mengikuti perkembangannya. Selain dengan citra buruknya yang menjadi sarang korupsi, hembusan cerita "selalu merugi"-nya yang membuat saya enggan turut berkiprah di sana, padahal papa dulu sempat membujuk :)

Barangkali selalu merugi itu tidak terlepas dari perilaku korupsinya itu. Saya yakin hanya segelintir saja oknum pelakunya, tapi nila setitik rusak susu sebelanga. Papa yang sempat di bagian audit internal, meskipun nggak secara detail, pernah menceritakan seberapa parahnya di sana. Papa yang memang cenderung vokal dan berani (dan menurun ke saya :)) sudah pasti banyak dimusuhi oknum2 tadi. Apa daya, usaha papa membersihkan pos terjegal penyakit stroke yang diderita sejak tahun 1997 sampai sekarang. Itu yang mendorong papa mengajukan pensiun dini.

Tidak lama setelah papa pensiun, terjadi krisis, semakin terpuruklah Pos. Meskipun sudah berganti nama dan logo merpati supaya tampak lebih dinamis dan modern, tapi pos semakin tenggelam. Saya nggak tau detailnya, tapi kantor pusat 2 di Jalan Riau sekarang sudah berubah menjadi hotel. Kantor pusat 3 di Jalan Banda sebagian menjadi factory outlet yang namanya identik dengan pos, (mungkin anak perusahaannya ya hehe) sebagian lagi disewakan ke perusahaan telekomunikasi. Di perempatan Jalan Trunojoyo seingat saya pernah ada Pusat Teknologi atau semacamnya, tapi sekarang sudah berubah menjadi pusat perbelanjaan. Saya nggak tau apakah itu semacam efisiensi untuk mengurangi biaya maintenance kantor pos yang sedemikian banyaknya, atau karena merugi sehingga harus ditutup untuk membayar biaya operasional dan rutin (baca: gaji). Apapun itu, pos di mata saya semakin tidak gemilang. Apalagi sekarang internet mengambil alih peran surat menyurat konvensional. Semua lebih mudah dengan e-mail, mulai dari ucapan lebaran, kuis, sampai lamaran kerja. Ekspedisi lama, bahkan hilang. Apalagi sekarang bermunculan perusahaan ekspedisi kilat swasta.

Tapi dalam beberapa tahun terakhir ini, ditambah dengan hasil browsing karena kurangnya info, saya sekarang tahu kalau Pos sedang berbenah untuk menjawab tuntutan jaman. Dari suatu situs pemberitaan, sang Dirut baru Pak Ketut menjabarkan berbagai rencana dan langkah modernisasi dan pengembangan Pos ke depan. Tentu hal itu patut disambut positif sebagai langkah perbaikan citra dan layanan Pos bagi masyarakat. Semua bisa dilakukan dengan usaha keras dan mulai dari hal paling sederhana. Tengok saja, di website pos, kita sekarang sudah bisa mencari kode pos secara online ketimbang versi bukunya yang dulu lebih tebal dari kamus Indonesia-Inggris dan Inggris-Indonesia digabung dalam 1 jilid hehehe.. Track kiriman barang atau paket sudah bisa dilacak. Kalau saya bandingkan dengan web US Postal Service, perbedaan mencolok dari website Pos Indonesia adalah terlalu menjual image. Bukannya promosi produk, tapi malah menonjolkan berbagai penghargaan yang diraih. Bagus sih, tapi dengan orang tau penghargaan, terus apa? Beda kalau orang tau ada layanan pos yang sedemikian terintegrasi, terpercaya, produknya yang beragam, dengan tampilan visual yang menarik. Orang pasti akan percaya lagi dan kembali ke pangkuan Pos untuk semua urusan kiriman. Imaging dan branding amat penting, apalagi sekarang Pos sudah menjadi persero. Belum kalau nanti sudah go-public. Layanan terintegrasi pembayaran billing saya anggap sebagai layanan fenomenal Pos karena bisa menjangkau kebutuhan masyarakat yang lebih luas. Selain itu, Pos bisa kembali mengembangkan wasantara-net yang seingat saya sempat menjadi pelopor internet service provider. Apalagi dengan memanfaatkan kantor yang tersebar hingga ke pelosok desa, terbayang potensi yang sedemikian luasnya di depan mata. Bagaimana bisa mengedukasi masyarakat, menyebar internet hingga ke desa tertinggal dan sekolah terpencil.

Saya bicara panjang lebar tentang Pos bukan untuk menjelek2kan, apalagi dalam agama kan dilarang. Tapi ini merupakan upaya menuangkan apa yang saya pahami, saya alami, dan saya dengar sendiri, atau dari keluarga dan masyarakat mengenai apa yang dialami Pos. Belum tentu sepenuhnya benar, dan belum tentu salah juga. Evaluasi dan pembenahan pasti akan terus dilakukan oleh orang2 pintar di dalam sana. Saya yakin itu. Saya tulis ini karena saya sangat mencintai Pos sebagai lembaga yang secara tidak langsung turut membesarkan saya sehingga bisa menempuh pendidikan melalui keringat papa saya.

Jayalah selalu Pos..!!

18 Oktober 2011

Two-week journey

Two weeks ago, there was a gathering event, held by my directorate at Bidadari island. Without any expectations, we went on Friday and got back on Saturday happily. This one night event is expected to be very pleasant and memorable. Sadly, once we step on the island, we were just shocked by the horrific environment. It was sooo dirty, unsuitable for us to swim or dive. To cure our disappointment, we just took our pictures during sunset. At night, we were having a dinner, accompanied by electric organ and a sexy female singer. Colored by fun games and the singer attraction, we ended up the day with joy :)
The day after, we were supposed to have fun games to bond us, but the weather condition made it not possible. Again, we spent our spare times to take some pictures until the check-out time. Well, it was disappointing but we still have to be grateful, don't we?

After being dreamed of visiting Batam for years, I visited it eventually last week, three days after my visit to Bidadari island. Well, not much to say. It's not as I ever thought it would be look like. What I know about Batam were, let say, cheap gadgets, nice cars from Singapore, or modern city landscape. But what I saw there was far from those images. Gadgets are no longer cheaper than here in Java, cars are old-fashioned and out-of-date, while the city is so not well-planned. That's why I didn't take any pictures while I was there, unless this one. Great Mosque of Batam.

I didn't have enough time to explore Batam as I held a seminar there, so I had to prepare many things to make sure the seminar went well. Nonetheless, I was still excited to visit Batam, not just because it's my very first time there, but from the seminar, at least I know more about what policies that my office made. I learn how to communicate with our stakeholders, how to hold a seminar and know things to be prepared before the event, and I know more about my colleagues from Sumatera through this event. My jobs make us not possible to relate or contact with many colleagues in my own office, so the seminar helps me to know them more. I got back home on Friday.

On Saturday, I went to Bandung with my mom. She came here to cure her illness. The curer is in Cianjur, 2 hours away by car from Bandung. We sleptover at my mom's friend's home. It is located beside Cipanas palace, one of president's palace in Indonesia. It is surrounded by mountain.
On Sunday, we went the curer. I call him curer because he is not a doctor. My mom had an abnormal sick. Kind of supernatural or voodoo in simple way.
Two hours consultation, we drove back home. On our way home, we bought some traditional drink, called cingcau, but it sounds like chinese name. I bet it originated from China. I don't know it in English. It's made from squeezed sort of leaves. Served with traditional sugar, coconut milk, and ice cube. It's a right choice to drink at hot mid-day. It costs only 15000 rupiahs, about 2 dollars for six glasses. Worth to try.

What a busy two-week :)

11 Oktober 2011

Dengan syukur, karunia berlimpah

“Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Allah akan membuatkan jalan keluar dan memberi rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka”


Kutipan ayat di atas benar2 saya rasakan hari ini, setelah sehari sebelumnya saya mencoba membuat daftar hal apa saja yang terlintas di benak saya tentang apa saja yang selayaknya saya syukuri sembari menunggu kereta sampai di stasiun.
Bukan berarti saya sudah termasuk orang yang bertaqwa, tapi Alloh memang menepati janjinya untuk memberikan jalan keluar dari segala permasalahan. Di tengah ujian sepanjang sebulan ke belakang, tanpa diduga saya ditelp tim lain untuk mengikuti salah satu bos mendiseminasikan kebijakan kami ke masyarakat di Batam.
Kaget? Jelas. Pekerjaan itu nggak ada sangkut pautnya dengan saya, tapi tugas saya lebih ke pengurusan administrasi dan liaison. Apapun alasannya, anugerah itu datang di saat tepat tanpa saya pernah sangka.
Terbantu? Jelas. Senggaknya bisa bernafas agak lega sampai gajian berikutnya hehe.
Bersyukur? Makin. Benar adanya, kalau kita bersyukur, Alloh akan menambah nikmatNya, kalau ingkar, Alloh hanya mengingatkan bahwa azabNya teramat pedih. Syukur atau ingkar? Pilihlah ^_^

10 Oktober 2011

Sudahkah kita bersyukur hari ini?

Hari menjelang sore, jadwal kereta telat, di kereta berhimpitan, AC nggak dingin, dsb dsb dsb. Kalau mau dihitung, cukup banyak hal yang bikin kita rasanya menggerutu sepanjang sore ini. Tapi, tau nggak sih kalau kita sedikiiitt saja bermuhasabah (introspeksi), kayaknya itu nggak ada apa2nya dibandingkan dengan nikmat yang sudah kita rasakan sampai detik ini, mulai dari hal yang sepele sampai yang terrumit sekalipun.

Iseng2 nunggu 2 stasiun lagi, bikin list yuk semampunya, apa yang kita syukuri sampai sekarang. Kalau saya:
1. Iman dan islam, karenanya saya mengenal Sang Penggenggam Alam Raya, Alloh Ta'ala
2. Orang tua yang selalu support di bidang pendidikan yang karenanya saya bisa sampai seperti sekarang
3. Bisa tinggal di rumah, padahal sepanjang rel orang tinggal di gubuk
4. Masih bisa makan enak, padahal banyak yang kelaparan
5. Bisa beraktivitas dan beribadah dengan tenang, sementara di luar sana orang masih dicekam rasa takut
6. Masih bisa bayar kereta, padahal ada orang yang dengan susah payah naik ke atap kereta karena mungkin nggak mampu bayar
7. Senantiasa dikaruniai keselamatan dalam perjalanan
8. Sehat selalu dan diberi kekuatan fisik yang memadai
9. Dikelilingi orang baik, sholeh, dan jujur
10. Bekerja di lingkungan yang baik, sementara orang harus berpeluh2 aau sampai dini hari mengais rezeki, bahkan masih ada yang mengemis
11. Mengenal dunia dari berbagai sisi

Apa yang saya buat bukan maksud riya atau ujub, tapi lebih ke muhasabah supaya saya selalu optimis dan bersikap positif daripada cuma menggerutu. Syukur atas anugerah Yang Maha Kuasa.

Mari mulai bersyukur :)

02 Oktober 2011

Harga Sebuah Keikhlasan

Dalam menjalani keseharian kita, pasti nggak pernah lepas dari keadaan lapang dan sempit. Lapang jelas menggambarkan keadaan yang serba memungkinkan. Mau beli apapun dan ke manapun yang kita mau, rasanya tinggal menjentikkan jari atau mengedipkan mata, seketika keinginan kita tercapai. Sebaliknya, sempit membuat kita serba payah. Ibarat naik tangga, biasanya tinggal naik eskalator, sekarang mesti naik sendiri, sambil gendong anak, dorong troli, dan diomelin satpam *agak lebay tapi kebayang kan emosinya? ;)*

Lapang dan sempit menjadi sebuah keniscayaan dalam hidup. Di kala lapang, idealnya kita mesti senantiasa bersyukur dan membantu banyak orang. Sebaliknya, di kala sempit, kita selayaknya bisa menerima dengan ikhlas, nggak menggerutu atau ngedumel, tetap ikhtiar untuk mengatasi kesulitan, dan sisanya pasrahkan pada Sang Penguasa Jagad Raya.
Dalam Islam, Alloh telah memberikan harapan bagi yang menghadapi kesulitan dengan dua kemudahan, seperti termaktub dalam Q.S. Al-Insyiroh 5-6. "Sesungguhnya sesudah kesulitan terdapat kemudahan".
Seringkali harapan itu terlupakan, sama seperti yang sedang saya alami *mulai curcol, emosi menguasai hati*
Padahal, dengan kesulitan, harusnya kita jadi jauh lebih kuat karena sudah ditempa. Ibarat kelapa, sudah jatuh dari ketinggian, sabut kelapa dirobek2, dibelah pakai parang, daging kelapa diparut, diperas2 sampai gepeng. Hasilnya, sari kelapa putih bersih bernama santan yang bikin rendang jadi seenak yang kita kenal dan biasa kita makan selama ini.
Sadis? Kelihatannya sih begitu. Tapi hasil akhir yang dicapai justru menjadi manfaat bagi banyak orang. Itu cara Ilahi menempa kita untuk menjadi yang Dia inginkan, yaitu calon penghuni surga dengan balutan keikhlasan di hati.

Gambaran betapa besar arti sebuah keikhlasan pernah saya baca di suatu artikel. Selama ini, kita selalu beranggapan bahwa memberi lebih baik sedikit, yang penting ikhlas. Sepintas masuk akal, tapi mindset ini harus kita ubah. Kenapa? Karena yang ada kita malah justru nggak sedekah2 juga karena nggak ikhlas2. Bagusnya malahan kita sedekah banyak meskipun nggak ikhlas. Bayangkan, biarpun kita nggak dapat pahala karena nggak ikhlas, tapi senggaknya uang itu menjadi jalan kebaikan dan mengangkat kesulitan orang lain. Bahkan doa bisa mengalir dari mereka untuk kita. Kalau sudah membiasakan diri, lama2 apa yang kita sedekahkan itu nggak memberatkan dan akan berbuah keikhlasan. Kemauan untuk membantu orang lain nggak semata dari materi, tapi bisa dari hal paling sederhana. Bisa dengan senyuman, jadi sukarelawan, atau kegiatan sosial lainnya, entah itu buat keluarga, rekan, relasi, atau orang yang nggak dikenal sekalipun. Terbiasa senyum, lama2 suka senyum (asal jangan sendirian ;p). Daripada nggak sama sekali kan?

Yuk kita belajar ikhlas!! ^.^

27 September 2011

Selamat Ulang Tahun, Azka

Muhammad Azka Alfarezi Ismawanto, selamat ulang tahun yang pertama ya. Semoga langkahmu senantiasa diberkahi Alloh, semakin disayang oleh kedua orang tua, semoga jadi putra yang sholih dan dibanggakan ya. Amin.

Azka -diambil dari bahasa Arab yang berarti alim atau berbakat- merupakan anak pertama dari adik. Anaknya sangat periang, rasa penasarannya tinggi, nggak rewel, nggak penakut. Yang jelas, dia bakal jadi anak yang cerdas. Azka yang periang dan lucu ini selalu menghibur di kesehariannya. Kalau kerjaan kantor banyak, bikin jenuh dan capek, tapi kalau udah sampai rumah lihat dia rasanya capek hilang. Ya, walaupun kalau main sama dia juga tetep capek, soalnya udah bisa jalan, bisa keluyuran ke mana2. Ngeri kalau tiba2 deketin kompor atau barang pecah belah.

Dengan Azka yang semakin besar, om Oki berharap dalam jangka pendek sih semoga segera tumbuh rambut dan gigi hehe. Dalam jangka panjang, semoga jadi anak yang nurut sama ayah bundanya, sekolah yang pinter, nggak lupa sama om kalau udah ikut ayah pindah tugas, rajin sholat. Selamat sekali lagi, many happy returns ya Azka. Peluk dan cium dari om yang ca'em ini ;p


26 September 2011

Rahmat Alloh, bagaimana meraihnya?

"wahai Tuhan kami, berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini)"

Doa di atas dikutip dari Q.S. Al-Kahfi ayat 10. Doa ini dipanjatkan oleh para penghuni gua ketika menghindar dari kezaliman penguasa mereka ketika itu. Saya bukan mau menceritakan ulang kisah mereka, tapi mau mengulas sedikit makna dan hikmah dari ayat di atas.

Mereka memohon kepada Alloh untuk diberikan rahmat. Mengapa rahmat dulu baru minta petunjuk? Karena tanpa rahmat, mustahil petunjuk didapat. Nabi Adam a.s. ketika memohon ampun atas kekhilafannya memakan buah khuldi yang dilarang oleh Alloh sehingga terusir dari surga pun memohon rahmat terlebih dahulu. Lalu bagaimana ciri orang yang mendapat rahmat? Atau, bagaimana cara mendapatkannya?

Sebagaimana yang termaktub dalam Q.S. Ali 'Imron ayat 159, ciri dari orang yang mendapat rahmat adalah orang yang berlaku lemah lembut, senang memberi maaf dan memohonkan ampun, tenang, tidak cepat tersinggung, dan welas asih terhadap sesama. Sikap ini tidak serta merta diperoleh melainkan melalui rahmat-Nya. Tidak sulit mencari sosok yang diliputi rahmat dalam hidupnya. Ya, beliau baginda Muhammad saw yang dalam kesehariannya menampakkan ciri orang yang penuh rahmat. Sahabat2 nabi pun tetap rendah hati meski harta berlimpah. Sikap inilah yang patut kita contoh.
Banyak cara untuk mendapat rahmat-Nya, salah satunya dengan tidak bersikap ujub. Ujub secara mudahnya diartikan sebagai merasa. Orang yang merasa pintar karena ilmunya, merasa sholeh karena ibadahnya, merasa terhormat karena jabatan dan hartanya dapat menjadi hijab bagi diri kita dalam mendapatkan rahmat Alloh swt. Muslim layaknya menjauhi sikap ujub sedapat mungkin. Jika ujub bisa disingkirkan dari hati, niscaya rahmat Alloh menghampiri, petunjuk pun mengiringi langkah kita.

Sta. Tanah Abang, 21.50 sambil nunggu kereta jam 23.15.

*disarikan dari ceramah Aa Gym tgl 26 Sept 2011 di masjid Baitul Ihsan berdasarkan interpretasi sendiri tanpa mengurangi makna yang disampaikan :)

18 September 2011

Kenapa sih Ada Inflasi?

“Enakan jaman pak Harto, semua serba murah. nyari sandang pangan mudah RT @RCTFM: #Topix Rindu jaman orde baru (soeharto) atau lebih suka jaman sekarang (reformasi)?? share yuk #SundayWorkOut”


Melalui jejaring sosial, saya menemukan tweet di atas yang sederhana namun bermakna, yakni bagaimana kita selalu dihadapkan pada kenaikan harga barang. Kenaikan harga barang yang sering diistilahkan dengan inflasi ini pantas menjadikan masyarakat cemas, apalagi jika inflasi tinggi. Bagaimana tidak, inflasi dengan mudahnya menggerus daya beli masyarakat. Imam Semar dalam blog-nya mencoba memberikan ilustrasi secara sederhana. Gaji pembantu selama satu bulan di jaman kolonial Belanda sebesar 75 sen per bulan mampu membeli 150 bungkus nasi rames. Kalau dihitung dengan harga jaman sekarang, gaji pembantu 800.000 rupiah hanya bisa membeli 80 bungkus nasi rames. Bisa dibayangkan betapa merugikannya dampak inflasi terhadap kemampuan masyarakat untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Karenanya, penting bagi pemangku kebijakan seperti pemerintah dan bank sentral, serta kita sebagai masyarakat untuk berperan aktif dalam mengendalikan inflasi langsung dari akar permasalahannya.


Fenomena kekakuan sisi penawaran yang masih terdengar awam bagi sebagian besar dari kita ditengarai sebagai penyebab tingginya inflasi. Kekakuan sisi penawaran disebabkan oleh adanya persoalan di sisi struktural perekonomian sehingga belum mampu merespons sisi permintaan di masyarakat. Bahasa mudahnya, setiap kita mau membeli barang namun sulit diperoleh, otomatis harga akan naik karena penjual mencoba mengambil untung lebih besar. Logikanya, meskipun mahal, barang itu masih akan tetap dicari. Akibatnya, perekonomian akan mengalami inflasi yang tinggi.


Untuk mencari tahu apa akar permasalahan kekakuan sisi penawaran tersebut, Hausmann dkk pada tahun 2004 menawarkan metode praktis, yakni metode Growth Diagnostics. Melalui metode tersebut, kita dengan mudah dapat mengetahui bahwa sebenarnya sumber utama persoalan struktural yang kita hadapi terkait erat dengan (i) kurang efisiennya layanan birokrasi, (ii) masih tingginya persoalan dalam tatakelola publik, serta (iii) kurang memadainya ketersediaan infrastruktur, baik keras maupun lunak. Layanan birokrasi yang tidak efisien dan tatakelola publik yang bermasalah menyebabkan tingginya biaya yang dikeluarkan oleh para pelaku usaha. Padahal peran pelaku usaha sangat penting dalam memenuhi permintaan masyarakat. Sementara itu, infrastruktur yang belum memadai mengakibatkan para pengusaha enggan membuka usaha karena membayangkan biaya lebih yang harus mereka keluarkan.Biaya tersebut timbul antara lain ketika mengurus perizinan untuk membuka usaha, pungutan liar ketika mendistribusikan barang ke daerah, sampai infrastruktur keras seperti jalanan rusak yang membuat biaya bahan bakar membengkak. Sementara itu, infrastruktur lunak yang menggambarkan kualitas manusia juga sama pentingnya. Pelaku usaha akan berpikir dua kali sebelum membuka usaha kalau para pekerja sulit memahami proses atau mengoperasikan mesin produksi.


Dalam lima tahun terakhir, berbagai kendala utama perekonomian di atas tampaknya sudah mulai membaik, khususnya dari aspek layanan birokrasi dan tatakelola publik. Perbaikan tersebut, ditambah dengan prestasi kinerja ekonomi makro kita, berdampak positif terhadap perkembangan investasi dan pada gilirannya perbaikan pada tingkat kekakuan sisi penawaran. Kemampuan sisi penawaran dalam merespons permintaan di masyarakat dalam lima tahun terakhir sudah semakin membaik meskipun belum seperti sebelum krisis 1997/98. Namun demikian, ketersediaan infrastruktur keras dan lunak belum mendukung iklim usaha di Indonesia. Oleh karena itu, langkah-langkah kerja sama antara pemerintah dengan bank sentral perlu tetap dibina dan diperluas untuk mengurangi berbagai kelemahan di sisi struktural. Dengan begitu, diharapkan investasi yang meningkat akan mampu memenuhi permintaan masyarakat dan dapat berlangsung secara berkesinambungan. Pada akhirnya, harga barang-barang di masyarakat akan dapat terkendali, didukung oleh sistem distribusi yang lebih lancar. Kelak, ungkapan “enakan jaman pak Harto” di atas hanya tinggal cerita belaka karena kita mampu menunjukkan bahwa kita lebih baik.

*Tulisan ini dibuat sebagai bagian dari pelatihan penulisan artikel ilmiah populer di Bandung, 15-17 September 2011. Terima kasih pada Kabamedia sebagai penyelenggara atas pencerahan dan pengarahannya selama pelatihan sehingga saya semakin bersemangat untuk menulis ilmiah namun berbahasa populer. It was just great ^^

03 September 2011

Selamat Hari Raya Idul Fitri

Masih dalam suasana lebaran, saya dan keluarga mau mengucapkan Selamat Hari Raya Idul Fitri, mohon maaf lahir dan batin. Semoga ibadah Ramadhan teman2 muslim diterima oleh Allah swt dan kita mampu mencapai derajat taqwa serta kembali fitrah. Amin.
Ramadhan yang lalu bukan saja "memaksa" kita untuk berbuat baik di bulan suci saja, tapi juga menjadikannya kebiasaan yang terus melekat. Orang yang temperamental dan suka marah2 dipaksa untuk bersabar, senggaknya sampai maghrib. Yang suka ngomongin orang, mendadak jadi orang pendiam dan alergi kalau ada orang saling mencela saudaranya karena khawatir pahala puasa berkurang. Yang biasanya lupa atau nggak sempat bersedekah, di bulan Ramadhan mendadak kita berlomba2 kasih makan orang untuk buka puasa. Yang biasa makan menggila dan tanpa aturan, tiba2 cuma makan seadanya karena perut gampang terasa kenyang. Ya, ibadah Ramadhan sangat identik dengan perbaikan, pembersihan, dan pengendalian diri. Bukan hanya untuk diri pribadi, tapi juga sosial kemasyarakatan. Kita diajarkan untuk lebih peduli dan lebih tergerak untuk benar2 membantu meskipun dalam taraf kecil dan sederhana, ketimbang hanya protes dan mengkritik para pemangku kebijakan tanpa berbuat apa2.
Ramadhan memang terlalu indah untuk dilewatkan begitu saja. Detik demi detik berlalu sudah sepantasnya dihabiskan untuk mendulang pahala sebanyak yang kita bisa. Ramadhan memang sudah berlalu. Harapan diterimanya ibadah tentu muncul di setiap benak muslim yang mengisinya dengan suka cita. I miss Ramadhan already. Semoga Allah swt mempertemukanku dengan Ramadhan tahun depan. Amin.

18 Agustus 2011

Kekayaan Indonesia

Akhir pekan kemarin saya sempatkan ke PRJ. Niat saya ke sana sebetulnya cuma sekadar berkunjung, berhubung HUT Jakarta, kan cuma setahun sekali. Kebetulan juga, sepupu saya dari Papua lagi berkunjung ke Jakarta. Nggak ada salahnya saya ajak dia jalan2 ke sana bareng adik2 juga. Yah, niat tinggal niat. Ternyata di sana ada obral karpet. Saya nggak tau harganya memang sebetulnya wajar segitu atau nggak. Tapi yang jelas bagi saya itu murah. Jadi, saya borong empat karpet dengan ukuran dan jenis yang beda2. Intinya, saya puas :D

Dari sana, saya dan sepupu saya pindah ke hall lain. Di satu hall, satu ruangan khusus stand berbagai pemerintah daerah di Indonesia, mulai dari Aceh sampai antah berantah. Saya yang sudah terlanjur teramat sangat mencintai Indonesia sudah pasti kalap borong sana sini. Mulai dari coba kopi Luwak yang hanya 10 ribu per cangkir di stand Bali, beli rendang kering di stand Padang, sampai beli rencong dan dompet di stand Aceh. Memang ya, Indonesia itu memang kaya. Nggak heran kalau banyak orang terpesona olehnya. Itulah sebabnya saya mencanangkan resolusi tengah tahun lalu untuk keliling Indonesia, pastinya dengan biaya murah. Salah satu cara, saya cari teman baru di facebook dengan mengutarakan niat saya ke sana. Surprisingly, mereka merespons dengan baik dan dengan tangan terbuka menerima kedatangan saya. Bromo dan Bengkulu tujuan awal. Berikutnya? :)

05 Mei 2011

Make something from nothing

Kalau ada yang pernah menonton acara Dragon's Den di BBC Knowledge lewat TV kabel berbayar dan memang menyenangi hal2 berbau bisnis, pasti nggak akan pernah mau melewatkan acara itu. Dragon's Den menampilkan 5 naga (dragon) yang menjadi bagian dari segelintir orang di seantero Inggris yang cukup (atau sangat) beruntung dapat memiliki kerajaan bisnis yang besar dan diperhitungkan. Dalam satu episode, ada beberapa pengusaha muda, amatir, atau berskala kecil yang mencoba melebarkan sayap atau melakukan ekspansi bisnisnya lebih luas melalui presentasi di depan para naga di sarangnya (den). Harapannya, jika para naga terkesan, mereka bisa mendapat tambahan modal dari para naga dengan konsekuensi sebagian dari saham mereka akan dikuasai oleh para naga yang setuju untuk menjadi partner bisnisnya. Tentunya dengan pengalaman para naga di dunia bisnis akan menjadi nilai tambah tersendiri bagi mereka.
Satu dari 5 naga adalah Deborah Meaden yang menjadi naga wanita satu2nya. Sosok wanita ini bisa dibilang brilian, ulet, cekatan, berani, dan tegas. Diilhami dari bisnis keluarganya di taman hiburan, dia memulai sendiri bisnisnya sejak dari penjaga permainan Bingo, menjadi pemilik permainan Bingo, sampai menjadi pemilik taman bermain yang sudah dimiliki oleh keluarganya sendiri. Nggak berhenti di situ, dia mulai merambah ke taman bermain lainnya. Di Den, dia mulai merambah ke sektor lain, mulai dari fashion, sampai eco-green. Dengan ketegasannya, di Den dia sering dianggap sebagai wanita yang jahat dengan komentar2nya yang pedas. Tapi dengan modal itulah, dia bisa melihat peluang bisnis calon2 pebisnis ulung, mengorek kelemahan dan kebohongan presenter yang dikemas dengan apik. Satu ucapannya yang terekam saat wawancara dia: "I make something from nothing". Perlu dijadikan motto pribadi nih, biar tetap semangat biarpun banyak rintangan, entah dari luar atau dari diri sendiri. Mari terus berusaha dan maju..!!!

25 April 2011

Bukittinggi nan elok

Elok nian Bukittinggi itu. Sejak awal menginjakkan kaki di sana sampai pulang, kesannya betul2 melekat. Libur panjang akhir minggu lalu saya dan sebagian kecil teman kuliah saya, Adisty, Ulong, Sofyan, dan Latif, berlibur bersama. Kalau dipikir2, ini jadi ajang reuni kami juga setelah hampir 10 tahun saling mengenal. Tak terasa, usia semakin bertambah, waktu terus berlalu, dan kami masih seperti dulu.

Jumat pagi (22/4) kami berangkat terlambat 2 jam. Alasannya kenapa saya nggak mau bilang, karena nanti saya jadi seperti Prita. Komplain yang konstruktif supaya hal yang sama nggak terulang pada orang lain, eh malah jadi bumerang. Sudahlah. Intinya kami sampai di Padang hampir 2 jam kemudian. Kesan pertama, tampak sepi ya Padang itu. Ternyata bandara internasional Minangkabau itu di luar kota. Entah bagaimana nasib bandara lamanya. Di bandara kami dijemput om Syofyan, terhitung masih kakeknya Adisty. Beliau punya usaha rental mobil dan kafe di Bukittinggi. Bisa jadi pilihan buat teman2 kalau mau ke sana.
Dari bandara kami diajak ke Pantai Padang. Sederet restoran seafood menggoda kami untuk mampir. Makan sebentar, sholat Jumat, kami langsung ke arah Bukittinggi. Sepanjang perjalanan kami disuguhkan pemandangan yang luar biasa menakjubkan. Tipikal landscape-nya memang berbeda dengan yang selama ini saya lihat. Mulai dari Lembah Anai, tempat air terjun di pinggir jalan raya, belum lagi ngarai2 yang sedemikian luas dan tinggi. Di sepanjang perjalanan, kami juga mampir di beberapa tempat kuliner khas sana, seperti Pinyaram, semacam kue ketan yang memiliki rasa seperti cucur, juga Sate Mak Syukur, sate padang di Padang Panjang yang bumbunya belum pernah saya rasa sebelumnya.
Setibanya di Bukittinggi, kami ke Mess Anggraini dengan tarif hanya 100 ribu/malam untuk umum. Berbenah sebentar, kami langsung jalan lagi untuk makan malam di Turret Cafe milik Om Syofyan. Selesai makan, kami mengantar Adisty untuk bersilaturahmi dengan keluarga besarnya yang belum pernah dia kenal dan temui sebelumnya. Unik ^^
Besoknya, Sabtu pagi (23/4) kami langsung meluncur ke Ngarai Sianok. Pemandangan luar biasa indah. Dari situ kami ke Lobang Jepang yang masih satu kompleks, sarapan di Pical Ayang, lanjut ke Danau Maninjau. Karena keterbatasan waktu, kami nggak sampai di danaunya. Kami cuma berhenti di suatu jalan, entah kelok ke berapa (ke Maninjau perlu 44 kelok jalan). Dari sana, lagi2 mata kami dihiasi dengan indahnya lukisan Sang Maha Pencipta. Danau yang tertutup kabut dan dikelilingi ngarai tinggi membuat Maninjau makin elok. Puas berfoto2, kami langsung ke Batusangkar untuk lihat istana Pagaruyung. Berhubung habis terbakar, istana masih tertutup untuk umum, tapi kami tetap menyempatkan diri untuk berfoto. Arsitektur yang khas Minang dengan ukiran dinding kayu yang cantik dan berwarna-warni, juga ukuran yang tidak kecil semakin membuat saya terpana. Hebat juga orang Minang mengembangkan budaya mereka sampai sedemikian.
Dari sana, kami langsung balik ke Bukittinggi supaya masih sempat belanja di Pasar Ateh. Di tengah jalan sempat mampir di warung Cancang Kambing H. Marah di dekat perbatasan kota Bukittinggi. Lagi2 makanan yang belum pernah saya coba. Sesampainya kami di pasar, kami langsung belanja songket untuk ibu masing2 dan sekadar buah tangan. Foto2 di jam gadang sepuasnya, jajan cendol durian, dan air tawar yang sebetulnya cincau ditambahkan sejenis jeruk sebagai obat masyarakat Minang jaman dulu sebelum dikenal obat2an medis kedokteran seperti sekarang ini. Itu pengakuan uda penjualnya. Puas belanja dan foto2, kami makan malam di by pass, dijamu oleh keluarganya Adisty. Senang, tapi malu juga karena merepotkan keluarga mereka hehe..

Minggu pagi (24/4) saya joging keliling kota selepas shubuh. Udara dingin dan segar, pemandangan alami, diiringi obrolan warga setempat dengan bahasa Minangnya yang unik bikin saya makin menyenangi kota ini. Sepulang joging, saya dan teman2 keliling Bukittinggi lagi, mulai ke benteng Fort de Kock, kebun binatang, sampai museum. Jam 9 pagi langsung ke Padang karena harus kejar pesawat jam 1 siang dan menghindari macet. Di tengah jalan kami beli Bika, kue khas sana yang mirip dengan Wingko Babat Semarang. Menjelang bandara kami makan siang di restoran Lamun Ombak.
Tepat jam 12 kami tiba di bandara, usai sudah petualangan kami di sana. Terkesan buru2 karena waktu yang mepet, tapi nggak mengurangi kesan yang kami dapat. Seperti iklan, kesan pertama begitu menggoda, selanjutnya terserah Anda. Yang berencana liburan, nggak ada salahnya memasukkan Bukittinggi ke daftar incaran. Nggak akan menyesal ^^

18 April 2011

Perjalanan ke Hong Kong

Alhamdulillah, untuk kesekian kalinya, saya mendapat amanah lagi untuk menimba ilmu ke negeri seberang. Kali ini, giliran negeri Cina yang saya sambangi, tepatnya ke Hong Kong. Awalnya saya nggak suka dengan Hong Kong, berhubung "rasa2nya" bakal susah cari makanan halal di sana. Belum lagi, Caucasian-minded yang bikin saya rasanya selalu pengen ke negeri2 bule.

Tapi, pengalaman selama seminggu tinggal di sana membuat pikiran saya berubah total. Kota yang tertib biarpun terdiri dari blok2 kecil yang sempit karena diapit gedung2 tinggi. Betul2 bukan tipikal kebanyakan kota di Asia yang semrawut. Mungkin ada bagusnya juga negeri ini sempat dikuasai Inggris, jadi nilai2 sosial positif bisa berkembang, membudaya dan melekat dalam keseharian mereka. Selain itu, kota ini memiliki banyak ragam transportasi publik, mulai dari tram sampai subway (di sana disebut MTR) dengan fasilitas yang memadai, modern, dan murah. Itu yang membuat masyarakat sana lebih memilih naik transportasi publik ketimbang bawa mobil pribadi yang tentunya bisa dihitung dengan jari. Menuju masing2 moda angkutan itu pastinya perlu jalan kaki. Itu yang membuat mereka tampak bugar, nggak gampang capek dan nggak ngos2an waktu jalan jauh. Another positive thing about people of Hong Kong. Kita perlu berkaca pada mereka.
Uniknya lagi, pakaian mereka modis2, beda banget dengan orang2 kita kebanyakan. Hampir nggak ada yang tampak culun dan dandan seadanya. Rambut tertata rapi, pakaian yang dipadankan dengan sepatu yang mengkilap, belum tasnya yang trendi. Bikin sirik deh :)

Selama seminggu di sana, saya tinggal di wisma KJRI, kawasan Causeway Bay. Enaknya tinggal di sana, selain murah (HKD250/malam), banyak warung yang menyediakan masakan Indonesia, dan pastinya halal. Harga makanan rata2 berkisar HKD40. Kurs waktu itu sekitar Rp1100-an/HKD. Hitung aja jadinya berapa. 4 hari kursus yang saya ikuti terletak di 2ifc, hanya 3 stasiun jaraknya dari penginapan. Gedung dengan 70-an lantai, menjulang dengan angkuhnya, pertanda pusat ekonomi Hong Kong berada.

Setiap selesai kursus, saya dan teman2 kursus dari tempat kerja saya selalu menyempatkan diri jalan2. Mulai dari Causeway Bay dengan toko2nya yang bertebaran, menggoda setiap mata yang lapar dengan barang2nya yang branded dan murah. Harga gadget bisa sampai 2 juta selisihnya dengan di sini. Beli elektronik, sesuai saran panitia kursus, mendingan ke Broadway atau Fortress. Terjamin keasliannya. Untuk harga perabotan rumah murah, satu baju dengan harga yang sama di sini, di HK bisa dapet dua potong. Menggoda iman :)
Kami sempat juga ke Mong Kok dan Tsim Sha Tsui, keduanya di kawasan Kowloon. Kurang lebih mirip Causeway Bay, tapi lebih semrawut. Kalau mau cari suvenir, di sana enak karena banyak pilihan dan murah. Kalau secara kualitas, ya mesti pinter2 milih juga sih. Oia, waktu ke Ladies' Market, sempet kejam lho. Barang bisa ditawar sampai sepertiganya. Tapi ya dengan bonus muka jutek a la mereka sih hehe..
Wisata lainnya, kami sempat ke The Peak, puncak bukit yang ada di HK, dicapai dengan menggunakan tram. Harga HKD50 p.p. kalau pakai Octopus. Octopus itu kartu untuk naik segala macam moda transportasi umum di sana, bisa dibeli dengan harga HKD150 (100 untuk ongkos dan 50 deposit). Kalau udah mau pulang, kartu ini bisa direfund lho, semuanya. Back to topic, sayang karena nggak satupun dari kami yang bawa kamera, seadanya lah foto2 pakai kamera hp, dan itupun kehabisan batere di tengah2 foto. Mau foto di atas bisa sih, tapi mahal. Ukuran 6R yang paling kecil aja udah HKD100. Kalau patungan, bingung nanti fotonya buat siapa, berhubung cuma dapet satu.

Khusus weekend, hari Sabtu (16/4) kami ke Ngong Ping, tempat patung raksasa Buddha berada. Kita di Central transit untuk ambil Thung Cung Line. Dari stasiun, kami naik cable car hanya dengan HKD80 (single trip) karena pulangnya kami berencana naik bis, cukup dengan HKD17. Itu supaya banyak pemandangan yang bisa diliat :) Kalau mau round trip, cukup bayar HKD115 saja.
Setiba di Thung Cung, kami mampir ke Citygate Outlet, mall dengan barang2 diskonan 30-70%, all-year round ^^ Kalap juga sih, borong jam tangan asli di sana ;p Puas belanja dan makan siang, kami langsung ke Disneyland. Bukan untuk main. Selain nggak tertarik, emang udah bukan umurnya lagi. Jadi kami cuma cari suvenir di Disneyland Hotel. Sepulang dari sana, saya pun belum puas. Saya kembali menjelajahi toko2 pakaian di Causeway Bay. Berkantong2 akhirnya yang masuk koper. Betul2 surga dunia, murah dan terjangkau, tanpa pajak, branded. Kapan2 kayaknya perlu ke sana lagi khusus buat belanja ^^

04 Maret 2011

Who Do You Think You Are?

Judul di atas sebetulnya nama sebuah acara di salah satu stasiun televisi asal Inggris. Acara ini sebenarnya keliatan sederhana, yaitu mencari siapa sih nenek moyang kita, dari mana mereka berasal, di mana mereka tinggal, dan dengan cara apa mereka wafat. Subjek utama dari acara ini biasanya orang2 ternama di AS atau Inggris, sebut saja Lisa Kudrow, pemeran serial komedi Friends yang juga jadi salah satu produser dari acara ini, Sarah Jessica Parker, sampai Gwyneth Paltrow.

Ada satu episode di mana seseorang akhirnya mengetahui bahwa dirinya merupakan satu2nya keluarga yang selamat di keluarga besarnya dari holocaust di zaman Perang Dunia I. Ada juga episode lain di mana seseorang mengetahui mengapa buyutnya menghilang tanpa kabar. Ternyata buyutnya menjadi bagian dari sejarah terjadinya Gold Rush pada abad ke-19 di AS dan meninggal di sana.

Well, apapun ceritanya, ada beberapa hal yang mengganjal saya.
Pertama, sebegitu hebatnya kesadaran mereka akan data dan betapa lengkapnya genealogi yang tercatat di arsip setempat, sampai2 mereka bisa melacak keluarga mereka mulai dari kakek, buyut, sampai beberapa tingkat di atasnya. Itu pun sampai tahun 1600-an. Sementara kita di Indonesia mungkin masih zaman kerajaan tradisional, lengkap dengan pasukan berkuda membawa panah yang bahkan terpikirkan untuk mencatat silsilah pun nggak. Ya, biarpun nggak dengan pohon keluarga, minimal dengan akta kelahiran dan kematian kan bisa dilacak posisi keluarga kita.

Kedua, saya malah jadi bertanya ke diri sendiri. Keluarga saya sendiri gimana ya? Tau sendiri kalau pencatatan silsilah kita belum ada, atau kalaupun ada barangkali masih sangat prematur dan sederhana, dengan jaringan yang belum meluas ke seluruh Indonesia. Sementara eyang buyut dan orang tua dari bapak sudah nggak ada, sedangkan yang dari ibu tinggal satu, eyang kakung. Sepertinya saya mesti segera melacak silsilah keluarga saya. Selama ini yang berkembang kan cuma dari mulut ke mulut kalau kami keturunan sultan apa, pangeran mana, atau kyai siapa. Dengan melacak silsilah, selain saya bisa tau siapa saja keluarga saya sebenarnya, ke mana saja mereka selama ini, dan bagaimana kehidupan mereka, saya pun senggaknya bisa melengkapi potongan sejarah yang selama ini hilang, sehingga bisa jadi pengetahuan dan sumber informasi bagi anak cucu kelak supaya lebih menghargai keluarganya.

31 Januari 2011

Yogya is truly a pleasant city ^^

Untuk kesekian kalinya, alhamdulillah diberi kesempatan lagi untuk ke Yogya. Kali ini, dalam rangka nikahan Ririn, temanku yang baik hati, dan itu betul2 hanya untuk ke nikahannya. Jadi saya belum tau mau ke mana aja selama di Yogya.
Setiba di Yogya pagi2 di Bandara Adi Sutjipto, saya langsung ke Stasiun Tugu untuk cari tiket kereta pulang ke Jakarta hari Minggu (23/1) besoknya. Tiket dapat, saya sarapan di Sarkem. Ada mbok2 usia sekitar 50-an tahun jualan nasi gudeg lengkap dengan ayamnya. Cukup merogoh kocek 6 ribu saja. Murahnya ^^
Tapi saya nggak tau kalau ternyata itu kawasan prostitusi terselubung. Myrna yang bilang. Pantesan waktu makan banyak yang berseliweran orang2 berdandan aneh, wanita dan pria. hmm..

Anyway, setelah makan saya langsung balik ke Concat, tempat Myrna and the gank nyalon dan sakaw dengan hairspray-nya itu hehe.. Berhubung nyalon agak lama, akhirnya mereka yang seharusnya jadi penerima tamu malah jadi tamu beneran. Sampai sana pun mending kalau semua langsung antri depan pintu masuk untuk jadi among tamu, ini malah langsung makan di tempat tamu VIP, dengan lahapnya pula ;p Saya sebagai tamu betulan ya kena getahnya, makan di tempat VIP. Terpaksa, mau gimana lagi hehehehe..
Dari kawinan, kami langsung meluncur ke lereng Merapi untuk melihat kondisi kawasan sana pasca-erupsi. Kondisi di sana ternyata masih menyedihkan, rumah hancur, pohon dan bangunan gosong, bahkan pasir merapi masih mengeluarkan asap panas. Semoga mereka dikaruniai kebaikan di sana pascabencana itu. Amin.
Kami di sana nggak berapa lama, lalu kami langsung meluncur ke Mirota Batik di Kaliurang. Entah di km berapa. Di suatu daerah yang masih banyak sawahnya deh. Tempat belanjanya enak, barang2nya bagus2 dan murah2. Saya sampai kalap dan borong banyak pernak pernik untuk rumah. Selesai belanja, kami makan di Raminten di sebelah toko persis. Makan bakmi godhog di tengah hujan, dingin2 gimana gitu. Sedep deh.

Sepulang dari sana, mampir di rumah Myrna sambil janjian dengan pakdhe. Eh, taunya beliau sedang ada acara, jadi saya nggak bisa tidur tempat pakdhe. Akhirnya saya dapat tempat penginapan di Wisma MM UGM. Kebetulan Ririn sewa beberapa kamar untuk teman2 satu direktorat, tapi ada yang batal hadir, jadi saya bisa pakai kamarnya deh. Makasih ya Rin :)
Besoknya, hari Minggu saya nggak ada acara sebetulnya. Ke pakdhe lagi nggak di rumah, teman2 sudah punya acara masing2 dan mereka pulang sore, sementara saya pulang malam. Akhirnya saya ke Malioboro sendiri, tapi sebelumnya saya titip barang di loker stasiun. Saya belanja sendiri ke mana2. Makan di Raminten lagi, terus beli bakpia di KS Tubun, habis itu saya balik lagi ke Mirota Batik, tapi yang di Malioboro. Lagi2, saya beli pernak pernik rumah. Bahkan partisi rumah etnik cuma 200-an ribu. Hmm.. kapan lagi saya dapat barang murah begini. Saya beli dan minta kirim ke Jakarta aja deh. Dari situ, saya ke Beringharjo, cari sanggul pesanan mama. Ternyata banyak modelnya ya, yang terbaru namanya Keong Racun dan Manohara hahaha.. Kalau bukan karena bantu mama, saya mana tau istilah2 begitu ;p
Puas menjelajah Malioboro, malam saya makan di tempat lesehan diiringi musik pengamen. Habis itu sholat dan langsung pulang.

Berkesan banget selama di Yogya. Beberapa kali saya ajak ngobrol orang di jalan, mulai dari yang di toko sampai pengamen jalanan, semua ramah. Meninggalkan kesan mendalam. Siapa tau nanti kalau pensiun bisa menghabiskan waktu di sana sambil nimang cucu :)

Mengenai Saya

Foto saya
Sedikit pendiam, perfeksionis, dan ingin menebar kebaikan buat orang sekitar