27 Maret 2008

Donor Darah

Tadi pagi akhirnya saya bisa donor darah, setelah kemarin gagal karena datang sudah agak siang dan tempat donor darahnya dipenuhi orang2 dari kantor sebelah (Dephan). Saya merasa beruntung dan senang karena bisa membantu saudara2 saya yang membutuhkan darah.
Oia, saya jadi ingat. Ada kejadian yang aneh waktu terakhir kali saya donor darah Agustus tahun lalu. Jadi begini. Sebelum donor kan diperiksa dulu darahnya. Beberapa tetes darah ditaruh di atas wadah. Sebagian dikasih anti-A dan sebagian lagi dikasih anti-B. Setelah melihat reaksi darah saya, dia langsung melingkari huruf AB. Eits.... bentar. "Bu, bukannya itu nggak nggumpal dua-duanya? Berarti saya O dong...!!!" kata saya sedikit ketus. Ibu itu berpikir sebentar, lalu mengiyakan. Phew... Kejadian fatal hampir saja terjadi. Alhamdulillah, ilmu Biologi yang saya pelajari waktu SMA dulu masih ada yang lengket. Dulu kan dikasih tahu, kalau darah dikasih anti-A dan terjadi aglutinasi (penggumpalan) berarti dia A, demikian juga dengan anti-B. Nah, kalau saya tidak menggumpal dua-duanya, berarti O dong, bukannya AB. Kebayang kan kalau darah O saya dikasih ke golongan AB (yang tentu saja hanya bisa menerima AB), yang terjadi malah terjadi penggumpalan darah di seluruh tubuh recipient, yang berujung pada tidak mengalirnya darah ke seluruh tubuh dan meninggal dunia. Hiiihhh.....
Makanya, sekecil apapun ilmu yang pernah kita dapat, dengar, dan pelajari, jangan diremehkan. Karena suatu saat pasti bermanfaat. Seperti kejadian yang sering saya alami ketika kuliah. Waktu itu saya sering pulang kuliah dengan bis DAMRI Jatinangor-Dipati Ukur. Sebagai contoh, kalau saya pulang dari Jatinangor ke Dipati Ukur, perjalanan yang ditempuh selama 1,5 jam akan dihabiskan ke arah Barat. Karena sekarang bulan Maret, dan posisi Bandung sekitar 6 derajat Lintang Selatan, berarti matahari ada di sekitar 84 derajat dari horison, yang artinya kalau bis bergerak ke arah Barat, sepanjang siang sisi kanan bis akan terkena panas matahari. Itulah mengapa setiap bulan Februari-Oktober saya selalu di sisi kiri bis. Simpel kan? Itulah gunanya ilmu pengetahuan ^_^

26 Maret 2008

English

Kemarin hari pertama saya mengikuti kursus Bahasa Inggris di EF Menteng dekat Sarinah. Menyenangkan juga ya ternyata. Saya bisa berkomunikasi secara utuh dalam Bahasa Inggris (mm... nggak juga sih, kadang2 Indonesia keluar juga :P). Saya selama ini mempelajari Bahasa Inggris secara otodidak. Berbagai metode dan cara saya tempuh untuk memperlancar Bahasa Inggris saya. Mulai dari mendengarkan musik, menonton film dan acara TV berbahasa Inggris tanpa teks, sampai berlatih bercakap dalam bahasa Inggris dengan beberapa teman saya. Bahkan saya pernah membaca kamus untuk menambah kosakata dan melihat pengucapan yang tepat untuk suatu kata. Hasilnya tidak mengecewakan. Walaupun terkadang masih menemui kesulitan dalam menyusun kalimat atau menemukan kata yang tepat dalam mengekspresikan sesuatu, tapi pengucapan, struktur kalimat, dan logat sudah dapat saya kuasai. Yang perlu diperlancar adalah, speaking. Itulah kenapa saya mencoba mengambil kursus di EF Conversation Class.
Terkadang beberapa teman, kolega, saudara, dan lainnya sering bertanya saya pernah kursus di mana. Terus terang saya belum pernah kursus. Karena selain keterbatasan biaya, saya memang agak skeptis dengan lembaga kursus. Saya berpikir kalau ikut kursus belum tentu meningkatkan kemampuan kita dalam berbahasa Inggris. Harusnya kita terjun langsung ke negara yang memakai bahasa Inggris sebagai bahasa pertama mereka, atau minimal belajar dengan intens melalui metode2 yang tadi saya sebutkan. Kalau mau terjun langsung ke negara tertentu melalui kuliah bisa saja sih, tapi kesempatannya masih lama. Kebetulan, teman2 kantor saya ada yang mau sekolah di luar negeri dan mengajak saya untuk mengikuti kursus. Ya sudah, saya ikut deh. Hitung2 menambah pengalaman dan pengetahuan dalam berbahasa Inggris. Minimal melatih keberanian saya untuk melakukan percakapan dengan orang lain, sembari meningkatkan soft skill saya.

25 Maret 2008

Libur panjang di Solo

Weekend kemarin diwarnai dengan libur panjang lagi. Libur Maulid Baginda Nabi Muhammad saw dan Kenaikan Isa Almasih. Rencana liburan ke Yogya dan Solo yang sudah dibuat jauh2 hari alhamdulillah terlaksana. Apalagi saya belum pernah pergi ke Solo sebelumnya.

Rabu (19/3) saya berangkat ke Bandung. Saya memang naik kereta menuju Yogya-Solo dari Bandung, karena rencana berlibur ke sana sangat mendadak, jadi saya tidak dapat tiket kereta langsung dari Jakarta.

Kamis (20/3) pagi saya berangkat menuju Yogya-Solo dari Stasiun Bandung. Sepanjang perjalanan, saya sibuk berfoto2, tidak mau kalah dengan bule2 di kereta yang sibuk memotret kanan kiri. Menjelang tiba di Yogya, saya membatalkan liburan di Yogya, karena ternyata Om saya di Yogya sedang ke Solo juga. Akhirnya saya putuskan untuk langsung ke Solo. Sesampainya di sana, saya langsung bertemu keluarga besar teman saya-Latif. Awalnya agak kikuk karena memang banyak yang tidak saya kenal, tapi ternyata sikap mereka sangat baik. Malam hari saya pergi ke pusat kota untuk melihat pasar Sekatenan dalam rangka Maulidan yang memang rutin dilakukan oleh masyarakat Solo. Walaupun saya agak terlambat, karena acara Sekatenannya siang harinya, tapi pasarnya masih ada, jadi masih bisa lihat2 dan beli jajanan2 pasar yang jarang saya temui di Jakarta. Sepulangnya dari sana, saya berfoto2 di sekitaran Keraton Solo yang banyak bangunan zaman Belanda.

Jumat (21/3) pagi saya berangkat ke Astana Mangadeg, Karang Anyar, tempat leluhur Latif dimakamkan. Dia memang salah satu keturunan dari Mangkunegaran II. Ya, dia masih bersaudara dengan keluarga alm. Ibu Tien yang kalau tidak salah beliau keturunan Mangkunegaran I. Di sana saya menyempatkan berfoto di kompleks pemakaman tersebut. Pemandangan alamnya sangat indah dan sedap dipandang mata. Iklim yang sejuk dan hutan yang menyelimuti bukit semakin menambah keindahan kompleks tersebut, jauh dari kesan angker. Setelah mereka nyekar, saya mengikuti mereka untuk berziarah sebentar ke makam Pak Harto dan Ibu Tien. Saya tidak menyangka, ternyata ratusan peziarah memadati kompleks pemakaman tersebut.
Kami tidak lama berada di sana karena ingin mengejar sholat Jumat di Solo. Selesai Jumatan, saya mencoba Es Kobar (Kota Barat) yang konon katanya enak. Ternyata enak juga lho. Apalagi harganya murah. Entah karena cuaca panas atau memang enak. Hehehehe. Sore hari, sambil mencari aktivitas supaya tidak bosan menunggu acara wayangan di rumah eyang Latif digelar malam harinya, saya pergi ke Solo Grand Mall. Dari sana, saya pergi ke pusat jajanan dan oleh2 khas Solo di Jl. Kalilarangan. Saya ke tempat Pak Mesran. Katanya itu yang terkenal. Di sana ada banyak jajanan seperti Intip, Enting2, Brem, Ampyang, Rengginang Terasi, Kue Semprong, Bakpia, Abon Sapi dan Ayam, dll. Dari sana saya langsung pulang ke rumah eyangnya Latif untuk mengikuti acara wayangan. Saya yang sudah sakit sehari sebelumnya, semakin parah sakitnya. Hidung meler, bersin, flu, tambah batuk. Sepanjang acara wayangan saya sering ketiduran. Akhirnya saya memaksakan diri untuk tidur jam setengah 12 malam.

Sabtu (22/3) saya bangun pagi untuk pergi ke Yogya, karena harus ketemu dengan Om saya dan mengantarkan oleh2 yang sudah saya beli waktu di Bandung. Tapi apa daya saya tidak kuat karena badan jadi meriang. Jadi saya cuma tidur seharian sampai siang. Tapi sempat cari jajanan di sekitar Stadion Manahan. Saya menemukan Sari Kacang Hijau yang tidak lebih dari kacang hijau yang dijus. Sore harinya saya baru memberanikan diri untuk jalan2. Saya ke Pasar Klewer. Tadinya sih niat mau beli batik, tapi nggak jadi karena terlalu capek untuk milih2 baju. Pas mau pulang, di depan gerbang Pasar Klewer, ada satu tempat yang dipenuhi orang. Mereka berjubel. Saya penasaran. Ternyata ada yang jual Tengkleng. Baru buka. Karena penasaran, saya dan teman2 ikut antri. Perjuangan kita nggak sia2 akhirnya kita dapat porsi yang terakhir. Dua panci besar dalam waktu kurang lebih setengah jam sudah ludes terjual. Hmmm.... enak banget. Rasa dan baunya masih terasa sampai sekarang. Kalau mau coba saja makan Tengkleng di sana. Pulang dari sana, kami ke sekitaran Kota Barat. Mau cari wedangan. Di sana saya akhirnya mencoba yang namanya nasi kucing. Nggak seberapa sih porsinya, tapi sambalnya itu lho, kok enak banget. Apalagi ditambah susu murni panas. Hmm..
Malam harinya, saya pulang ke Bandung. Kami diantar ke Stasiun Solo Balapan. Ketika kereta melintasi rumah eyang Latif, kami didadahi dari seberang. Wah, lucunya. Latif bilang itu memang sudah jadi tradisi di keluarganya, kalau ada yang datang atau pulang, pasti semua sudah berderet di depan untuk melambaikan tangan.

Minggu (23/3) pagi kami tiba di Bandung. Yang saya lakukan hanya tidur seharian karena masih nggak enak badan. Jam 2 siang kami pulang ke Jakarta karena khawatir macet. Liburan panjang membuat banyak orang Jakarta mudik ke kampung halamannya. Oia, ada satu kejadian. Pas di travel, di awal2 perjalanan saya dan beberapa penumpang lain merasa ada yang tidak beres dengan ban, karena guncangannya cukup kuat dan terasa. Eh, benar. Ternyata belum separuh perjalanan, bannya agak sobek. Alhamdulillah mobil tidak melaju terlalu kencang dan ban tidak meledak. Kami selamat. Setelah menunggu beberapa saat sang supir mengganti ban, kami melanjutkan perjalanan dengan guncangan yang masih terasa. Tapi alhamdulillah kami sampai dengan selamat. Malam saya sampai di kosan langsung tidur deh... Capekk..zzzz...

18 Maret 2008

Karunia

Alhamdulillah. Tadi malam saya mendengar kabar gembira dari kakak saya bahwa dia lolos seleksi internal di tempat dia bekerja untuk mengikuti pendidikan di Jakarta selam kurang lebih 4 bulan untuk persiapan menuju tingkat jabatan yang lebih tinggi. Tidak ada yang bisa saya ucapkan selain rasa syukur. Setelah kakak saya menanti cukup lama, akhirnya dia memperoleh apa yang diimpikannya selama ini. Saya hanya bisa berdoa semoga ini menjadi jalan kebaikan untuk menjadi semakin dekat dengan Alloh SWT. Amin.

Ngomong2, lagu Sherina yang berjudul "Jalan Cinta" benar2 keren. Jarang2 lho lagu Indonesia yang saya dengar membuat saya merinding. Sepintas, detail musiknya mirip lagu Frozen-nya Madonna. Tapi terlepas dari itu, menurut saya lagu itu benar2 bagus. Apalagi penghayatan Sherina dalam membawakan lagu itu benar2 dapat membuat pendengarnya berimajinasi tentang jalan menuju cinta sejati. Ya nggak sih?

13 Maret 2008

Macet...cet...cet...


Wuih... seminggu ini Jakarta memang lain dari sebelumnya. Macetnya nggak karuan. Kemarin saya dan teman kantor Ina dan Tevy berniat menjenguk teman sekantor lainnya, Dony, di RS Sam Marie yang istrinya baru melahirkan seorang putri cantik. Saya sampai bela2in pulang cepat, padahal pekerjaan belum semuanya selesai. Tapi apa daya, macet yang mengganas malam kemarin akibat hujan lebat dan banjir menghambat keinginan kami untuk melihat sang bayi. Setelah menunggu hampir satu jam lamanya di halte busway yang sedemikian sumpeknya, kami mengurungkan niat dan kami berbelok ke Sabang untuk makan Soto Kudus.

Sepertinya, mimpi melihat Jakarta bebas macet masih di awang-awang....

10 Maret 2008

Wisata alam di Jawa Barat

Tiga hari libur kemarin diwarnai dengan wisata alam ke beberapa objek wisata di sekitaran Bandung, Jawa Barat. Awalnya, saya berencana ke Irian untuk menghadiri acara aqiqah keponakan pertama saya, Ferisha Nabila Sugiarto, di Irian hari Jumat siang. Namun, apa daya. Pesawat tidak ada yang berangkat Kamis malam. Saya akhirnya ke Bandung. Kebetulan hari Kamis sore, teman sekantor menelpon saya. Dia mau ikut ke Bandung. Dia berencana berwisata ke Tangkuban Parahu dan Kawah Putih. Hmmm.... kenapa nggak. Saya yang tinggal bertahun2 di Bandung saja nggak pernah ke sana. Ya sudah. Akhirnya saya putuskan untuk pergi ke Bandung keesokan harinya.
Hari Jumat, kami beli tiket ke Stasiun Gambir. Eh, ternyata kereta full. Akhirnya kami ambil keberangkatan jam 14.30. Soalnya kan harus Jumatan dulu. Sesampainya di Bandung, saya ke BEC untuk membeli handphone untuk Ayahanda tercinta. Dari sana, saya makan malam di warung Sunda, Ampera. Saya ambil buntil. Hmmm… sudah lama saya tidak mencicipinya. Setelah itu, berlanjut ke Factory Outlet untuk membeli kaos titipan teman, dan membeli sandal di Donatello. Sedang ada promo “Buy 1 Get 1 Free”. Siapa yang tidak tergiur coba ;p Malam semakin larut, saya pun pulang sambil membeli susu murni yang sangat sulit saya temui di Jakarta.
Hari Sabtu, saya ke Tangkuban Parahu. Akhirnya. Seperti namanya, gunung itu dinamakan demikian karena dari kejauhan (terutama dari Bandung) gunung itu seperti perahu yang tertelungkup (nangkub dalam bahasa Sunda). Mobil hampir saja overheat di sekitar Ledeng. Maklum. Mobil Daihatsu lama katanya memang suka begitu kalau melewati tanjakan, apalagi ditambah macet. Kejadian itu berulang lagi menjelang Tangkuban Parahu. Alhamdulillah akhirnya kami sampai juga. Bau belerang sudah menyapa kita sesaat menjelang bibir kawah. Subhanalloh. Indah sekali pemandangan dari atas sana. Seharian kami habiskan di sana sambil berfoto2. Menjelang sore, kami melanjutkan perjalanan menuju Kawah Putih. Namun tak disangka perjalanan memakan waktu sangat lama. Macet…!!! Mungkin saking banyaknya wisatawan yang berkunjung ke Bandung di musim liburan kali ini. Akhirnya kami batalkan rencana semula. Saya memutuskan untuk belanja selimut di Pasar Baru titipan Ibunda di Irian sana ^_^
Hari Minggu, saya berangkat ke Kawah Putih. Tadinya sih mau berangkat jam 7. Tapi karena ngantuk dan hujan, saya tunda keberangkatannya jadi jam setengah 10. Perjalanan memakan waktu sekitar 2 jam. Masya Alloh. Indah banget. Saya melihat potongan surga di sana. Danaunya, alamnya, hutannya, hawanya, lengkap deh. Saya sibuk memotret sana sini. Tidak lama di sana, hujan menyerang. Sambil menunggu agak reda, saya menikmati bajigur (minuman dari santan bergula merah) dan ulen (ketan bakar pakai oncom khas Sunda).
Perjalanan saya lanjutkan ke Situ Patenggang. Tidak saya rencanakan sebelumnya. Tapi teman saya yang mobilnya saya sewa, Iman, bilang kalau tempat itu bagus. Demi menjawab rasa penasaran, saya akhirnya meluncur ke sana. Sebelum tiba di sana, Ya Alloh, saya disuguhi pemandangan hamparan kebun teh teramat indah. Begitu saya sampai Situ Patenggang…. Deggg… saya terperanjat. Indah sekaliii…. Alloh Maha Agung. Benar2 indah. Tak terbayangkan sebelumnya. Meskipun sedikit hujan, tapi tidak mengurungkan niat saya mencapai pulau cinta dan melihat batu cinta yang melegenda di masyarakat sekitar dengan menumpang sampan. Mengingat sudah jam 3, kami harus segera pulang untuk mengejar kereta jam setengah 7 malam.
Di perjalanan pulang, kami melintasi kebun strawberry yang sangat luas di Rancabali, antara Ciwidey dan Kawah Putih. Kami mampir sebentar untuk memetik strawberry sepuasnya. Bayar? Sudah barang tentu. Tanpa terasa, kami baru meninggalkan Rancabali sekitar jam setengah 5. Akhirnya kami sampai di Stasiun jam 6 lebih.
Tiket sih masih ada, tapi untuk yang berdiri. Setelah menelpon travel sana sini, akhirnya saya dapat tiket travel yang ke arah Ciputat jam 8 malam. Daripada nggak pulang, mending kemaleman :D Sebelum pulang makan dulu di Bandoengsche Melk Centrale, pusat persusuan semenjak jaman Belanda. Yoghurtnya enak lho.
Walaupun sedikit terlambat, akhirnya saya sampai di kosan jam setengah 11 malam. Fiuuhh, capek juga. Tapi Alhamdulillah menyenangkan. Kesan liburan yang luar biasa. Sampai2 terbawa mimpi. Kapan ya bisa traveling ke tempat2 bagus lagi di Indonesia?

03 Maret 2008

Ayat-ayat Cinta

Ya,,,, ayat-ayat cinta.
Itu yang terlintas dalam pikiran saya mengenai tema yang ingin saya angkat kali ini. Saya sangat terkesan dengan film Ayat-ayat Cinta ini, bahkan saya berani mengatakan inilah film terbaik yang pernah saya lihat. Jangan lihat film ini hanya dari sisi romantisme, alur cerita, pemeran, atau lokasi syutingnya yang eksotis. Tapi lihatlah makna yang diusungnya. Benar2 menohok, mengena dan menyentuh dengan sangat dalam.

Bagaimana tidak. Film ini mengajarkan apa arti Islam sesungguhnya-yakni kesederhanaan, kesabaran, dan keikhlasan-, bagaimana mengarungi rumah tangga yang sakinah melalui pernikahan yang suci dan sakral antara dua manusia dengan niat hanya karena Alloh SWT melalui ta'aruf, bagaimana pengorbanan seorang istri yang rela berbagi cinta demi keselamatan sang suami (bukan sembarang poligami yang sering dilakukan orang dengan niat yang tidak semestinya), sampai pengajaran mengenai bagaimana kejamnya fitnah.

Pastinya film memiliki dampak yang berbeda-beda bagi setiap orang, tapi yang jelas, film ini benar2 telah menyadarkan saya akan banyak hal. Itu yang membuat saya tidak kuasa menahan tangis ketika menonton film ini. Betapa saya ini lemah di hadapan Alloh, betapa bergelimangnya dosa yang saya pikul tanpa peduli sudah sejauh apa saya berbuat baik pada diri sendiri, keluarga, agama, dan orang lain. Saya pun menjadi semakin ikhlas dan menerima apa adanya atas apa yang saya alami. Di saat yang bersamaan, saya menyadari betapa sulitnya mencari pasangan hidup yang tulus ikhlas menerima saya -terlebih karena banyaknya kekurangan-, tanpa dipengaruhi hasrat dunia mengenai materi. Ya Alloh, hamba sungguh ikhlas atas apa yang telah terjadi pada diri hamba. Hamba Insya Alloh akan tetap istiqomah di jalanMu, dan pasrah atas ketentuan yang Engkau tetapkan. Yang ingin hamba lakukan hanya berbuat baik sebanyak2nya selagi hamba di dunia, menjadikan diri hamba tidak pernah sia-sia hadir di sini. Amin.

Mengenai Saya

Foto saya
Sedikit pendiam, perfeksionis, dan ingin menebar kebaikan buat orang sekitar