21 Oktober 2011

Pos Indonesia yang Timbul Tenggelam

Orang2 Holland menyebutnya Post Kantoor. Yup, kita mengenalnya sebagai kantor pos. Kantor dengan dominasi warna orange sangat mudah ditemui di kota, bahkan di desa. Kalau lihat film2 jaman dulu, gambaran pak pos itu berseragam, pakai topi, keliling kota atau desa mengantar surat ke rumah2 pakai sepeda atau motor dengan kantong surat besar kecoklatan di samping kanan dan kirinya. Kita atau orang tua barangkali pernah mengalami jaman pengiriman uang melalui wesel pos dengan kartunya yang berwarna kecoklatan. Belum lagi bis surat yang tersebar di berbagai lokasi strategis yang memudahkan kita mengirimkan surat.

Pada era 1990-an, anak2 kala itu, termasuk saya sebagai putra seorang karyawan pos, memiliki hobi bersahabat pena. Dulu Pos Giro menerbitkan suatu majalah (lupa namanya) yang isinya ada daftar nama anak2 sekolah di berbagai pelosok tanah air dengan alamat, tentu lengkap dengan kode posnya. Berbekal itu, kami bisa saling berkirim surat, bertegur sapa, dan berteman baik dengan mereka. Suatu kali saya pernah bersahabat dengan seseorang (lagi2 lupa namanya hehe) di Ambon. Kami saling bertukar surat, sampai ketika kerusuhan Ambon melanda, saya putus kontak dengannya. Semoga dia selamat dan baik2 saja di sana.
Selain sahabat pena, kala itu hobi filateli benar2 "happening". Setiap Pos Giro menerbitkan perangko baru, papa pasti membelikan untuk kami. Dengan teman2 di sekolah kami sering bertukar perangko. Tahun 1992 bahkan kami sekeluarga sempat pergi ke Banda Aceh untuk menyambangi pameran filateli dan surat raja2 di Nusantara. Terkagum2? Sudah pasti. Tahun 1990-an bisa dibilang menjadi masa kejayaan Pos Giro yang kelak mengubah namanya menjadi Pos Indonesia.

Di jaman yang lebih modern, muncul mobil pos keliling yang melayani kebutuhan surat menyurat masyarakat. Milenium kedua, layanan pos semakin beragam dan bervariasi. Mulai dari loket pembayaran berbagai billing, pajak, sampai tempat pembukaan rekening suatu bank syariah nasional terkemuka. Kalau flashback begini, hebat juga ya kalau kantor pos bisa sangat sedemikian menyentuh dan mewarnai kehidupan sehari2 kita.

Itu dulu. Lalu, bagaimana nasib kantor yang berpusat di Bandung ini sekarang? Lama sekali saya tidak mengikuti perkembangannya. Selain dengan citra buruknya yang menjadi sarang korupsi, hembusan cerita "selalu merugi"-nya yang membuat saya enggan turut berkiprah di sana, padahal papa dulu sempat membujuk :)

Barangkali selalu merugi itu tidak terlepas dari perilaku korupsinya itu. Saya yakin hanya segelintir saja oknum pelakunya, tapi nila setitik rusak susu sebelanga. Papa yang sempat di bagian audit internal, meskipun nggak secara detail, pernah menceritakan seberapa parahnya di sana. Papa yang memang cenderung vokal dan berani (dan menurun ke saya :)) sudah pasti banyak dimusuhi oknum2 tadi. Apa daya, usaha papa membersihkan pos terjegal penyakit stroke yang diderita sejak tahun 1997 sampai sekarang. Itu yang mendorong papa mengajukan pensiun dini.

Tidak lama setelah papa pensiun, terjadi krisis, semakin terpuruklah Pos. Meskipun sudah berganti nama dan logo merpati supaya tampak lebih dinamis dan modern, tapi pos semakin tenggelam. Saya nggak tau detailnya, tapi kantor pusat 2 di Jalan Riau sekarang sudah berubah menjadi hotel. Kantor pusat 3 di Jalan Banda sebagian menjadi factory outlet yang namanya identik dengan pos, (mungkin anak perusahaannya ya hehe) sebagian lagi disewakan ke perusahaan telekomunikasi. Di perempatan Jalan Trunojoyo seingat saya pernah ada Pusat Teknologi atau semacamnya, tapi sekarang sudah berubah menjadi pusat perbelanjaan. Saya nggak tau apakah itu semacam efisiensi untuk mengurangi biaya maintenance kantor pos yang sedemikian banyaknya, atau karena merugi sehingga harus ditutup untuk membayar biaya operasional dan rutin (baca: gaji). Apapun itu, pos di mata saya semakin tidak gemilang. Apalagi sekarang internet mengambil alih peran surat menyurat konvensional. Semua lebih mudah dengan e-mail, mulai dari ucapan lebaran, kuis, sampai lamaran kerja. Ekspedisi lama, bahkan hilang. Apalagi sekarang bermunculan perusahaan ekspedisi kilat swasta.

Tapi dalam beberapa tahun terakhir ini, ditambah dengan hasil browsing karena kurangnya info, saya sekarang tahu kalau Pos sedang berbenah untuk menjawab tuntutan jaman. Dari suatu situs pemberitaan, sang Dirut baru Pak Ketut menjabarkan berbagai rencana dan langkah modernisasi dan pengembangan Pos ke depan. Tentu hal itu patut disambut positif sebagai langkah perbaikan citra dan layanan Pos bagi masyarakat. Semua bisa dilakukan dengan usaha keras dan mulai dari hal paling sederhana. Tengok saja, di website pos, kita sekarang sudah bisa mencari kode pos secara online ketimbang versi bukunya yang dulu lebih tebal dari kamus Indonesia-Inggris dan Inggris-Indonesia digabung dalam 1 jilid hehehe.. Track kiriman barang atau paket sudah bisa dilacak. Kalau saya bandingkan dengan web US Postal Service, perbedaan mencolok dari website Pos Indonesia adalah terlalu menjual image. Bukannya promosi produk, tapi malah menonjolkan berbagai penghargaan yang diraih. Bagus sih, tapi dengan orang tau penghargaan, terus apa? Beda kalau orang tau ada layanan pos yang sedemikian terintegrasi, terpercaya, produknya yang beragam, dengan tampilan visual yang menarik. Orang pasti akan percaya lagi dan kembali ke pangkuan Pos untuk semua urusan kiriman. Imaging dan branding amat penting, apalagi sekarang Pos sudah menjadi persero. Belum kalau nanti sudah go-public. Layanan terintegrasi pembayaran billing saya anggap sebagai layanan fenomenal Pos karena bisa menjangkau kebutuhan masyarakat yang lebih luas. Selain itu, Pos bisa kembali mengembangkan wasantara-net yang seingat saya sempat menjadi pelopor internet service provider. Apalagi dengan memanfaatkan kantor yang tersebar hingga ke pelosok desa, terbayang potensi yang sedemikian luasnya di depan mata. Bagaimana bisa mengedukasi masyarakat, menyebar internet hingga ke desa tertinggal dan sekolah terpencil.

Saya bicara panjang lebar tentang Pos bukan untuk menjelek2kan, apalagi dalam agama kan dilarang. Tapi ini merupakan upaya menuangkan apa yang saya pahami, saya alami, dan saya dengar sendiri, atau dari keluarga dan masyarakat mengenai apa yang dialami Pos. Belum tentu sepenuhnya benar, dan belum tentu salah juga. Evaluasi dan pembenahan pasti akan terus dilakukan oleh orang2 pintar di dalam sana. Saya yakin itu. Saya tulis ini karena saya sangat mencintai Pos sebagai lembaga yang secara tidak langsung turut membesarkan saya sehingga bisa menempuh pendidikan melalui keringat papa saya.

Jayalah selalu Pos..!!

18 Oktober 2011

Two-week journey

Two weeks ago, there was a gathering event, held by my directorate at Bidadari island. Without any expectations, we went on Friday and got back on Saturday happily. This one night event is expected to be very pleasant and memorable. Sadly, once we step on the island, we were just shocked by the horrific environment. It was sooo dirty, unsuitable for us to swim or dive. To cure our disappointment, we just took our pictures during sunset. At night, we were having a dinner, accompanied by electric organ and a sexy female singer. Colored by fun games and the singer attraction, we ended up the day with joy :)
The day after, we were supposed to have fun games to bond us, but the weather condition made it not possible. Again, we spent our spare times to take some pictures until the check-out time. Well, it was disappointing but we still have to be grateful, don't we?

After being dreamed of visiting Batam for years, I visited it eventually last week, three days after my visit to Bidadari island. Well, not much to say. It's not as I ever thought it would be look like. What I know about Batam were, let say, cheap gadgets, nice cars from Singapore, or modern city landscape. But what I saw there was far from those images. Gadgets are no longer cheaper than here in Java, cars are old-fashioned and out-of-date, while the city is so not well-planned. That's why I didn't take any pictures while I was there, unless this one. Great Mosque of Batam.

I didn't have enough time to explore Batam as I held a seminar there, so I had to prepare many things to make sure the seminar went well. Nonetheless, I was still excited to visit Batam, not just because it's my very first time there, but from the seminar, at least I know more about what policies that my office made. I learn how to communicate with our stakeholders, how to hold a seminar and know things to be prepared before the event, and I know more about my colleagues from Sumatera through this event. My jobs make us not possible to relate or contact with many colleagues in my own office, so the seminar helps me to know them more. I got back home on Friday.

On Saturday, I went to Bandung with my mom. She came here to cure her illness. The curer is in Cianjur, 2 hours away by car from Bandung. We sleptover at my mom's friend's home. It is located beside Cipanas palace, one of president's palace in Indonesia. It is surrounded by mountain.
On Sunday, we went the curer. I call him curer because he is not a doctor. My mom had an abnormal sick. Kind of supernatural or voodoo in simple way.
Two hours consultation, we drove back home. On our way home, we bought some traditional drink, called cingcau, but it sounds like chinese name. I bet it originated from China. I don't know it in English. It's made from squeezed sort of leaves. Served with traditional sugar, coconut milk, and ice cube. It's a right choice to drink at hot mid-day. It costs only 15000 rupiahs, about 2 dollars for six glasses. Worth to try.

What a busy two-week :)

11 Oktober 2011

Dengan syukur, karunia berlimpah

“Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Allah akan membuatkan jalan keluar dan memberi rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka”


Kutipan ayat di atas benar2 saya rasakan hari ini, setelah sehari sebelumnya saya mencoba membuat daftar hal apa saja yang terlintas di benak saya tentang apa saja yang selayaknya saya syukuri sembari menunggu kereta sampai di stasiun.
Bukan berarti saya sudah termasuk orang yang bertaqwa, tapi Alloh memang menepati janjinya untuk memberikan jalan keluar dari segala permasalahan. Di tengah ujian sepanjang sebulan ke belakang, tanpa diduga saya ditelp tim lain untuk mengikuti salah satu bos mendiseminasikan kebijakan kami ke masyarakat di Batam.
Kaget? Jelas. Pekerjaan itu nggak ada sangkut pautnya dengan saya, tapi tugas saya lebih ke pengurusan administrasi dan liaison. Apapun alasannya, anugerah itu datang di saat tepat tanpa saya pernah sangka.
Terbantu? Jelas. Senggaknya bisa bernafas agak lega sampai gajian berikutnya hehe.
Bersyukur? Makin. Benar adanya, kalau kita bersyukur, Alloh akan menambah nikmatNya, kalau ingkar, Alloh hanya mengingatkan bahwa azabNya teramat pedih. Syukur atau ingkar? Pilihlah ^_^

10 Oktober 2011

Sudahkah kita bersyukur hari ini?

Hari menjelang sore, jadwal kereta telat, di kereta berhimpitan, AC nggak dingin, dsb dsb dsb. Kalau mau dihitung, cukup banyak hal yang bikin kita rasanya menggerutu sepanjang sore ini. Tapi, tau nggak sih kalau kita sedikiiitt saja bermuhasabah (introspeksi), kayaknya itu nggak ada apa2nya dibandingkan dengan nikmat yang sudah kita rasakan sampai detik ini, mulai dari hal yang sepele sampai yang terrumit sekalipun.

Iseng2 nunggu 2 stasiun lagi, bikin list yuk semampunya, apa yang kita syukuri sampai sekarang. Kalau saya:
1. Iman dan islam, karenanya saya mengenal Sang Penggenggam Alam Raya, Alloh Ta'ala
2. Orang tua yang selalu support di bidang pendidikan yang karenanya saya bisa sampai seperti sekarang
3. Bisa tinggal di rumah, padahal sepanjang rel orang tinggal di gubuk
4. Masih bisa makan enak, padahal banyak yang kelaparan
5. Bisa beraktivitas dan beribadah dengan tenang, sementara di luar sana orang masih dicekam rasa takut
6. Masih bisa bayar kereta, padahal ada orang yang dengan susah payah naik ke atap kereta karena mungkin nggak mampu bayar
7. Senantiasa dikaruniai keselamatan dalam perjalanan
8. Sehat selalu dan diberi kekuatan fisik yang memadai
9. Dikelilingi orang baik, sholeh, dan jujur
10. Bekerja di lingkungan yang baik, sementara orang harus berpeluh2 aau sampai dini hari mengais rezeki, bahkan masih ada yang mengemis
11. Mengenal dunia dari berbagai sisi

Apa yang saya buat bukan maksud riya atau ujub, tapi lebih ke muhasabah supaya saya selalu optimis dan bersikap positif daripada cuma menggerutu. Syukur atas anugerah Yang Maha Kuasa.

Mari mulai bersyukur :)

02 Oktober 2011

Harga Sebuah Keikhlasan

Dalam menjalani keseharian kita, pasti nggak pernah lepas dari keadaan lapang dan sempit. Lapang jelas menggambarkan keadaan yang serba memungkinkan. Mau beli apapun dan ke manapun yang kita mau, rasanya tinggal menjentikkan jari atau mengedipkan mata, seketika keinginan kita tercapai. Sebaliknya, sempit membuat kita serba payah. Ibarat naik tangga, biasanya tinggal naik eskalator, sekarang mesti naik sendiri, sambil gendong anak, dorong troli, dan diomelin satpam *agak lebay tapi kebayang kan emosinya? ;)*

Lapang dan sempit menjadi sebuah keniscayaan dalam hidup. Di kala lapang, idealnya kita mesti senantiasa bersyukur dan membantu banyak orang. Sebaliknya, di kala sempit, kita selayaknya bisa menerima dengan ikhlas, nggak menggerutu atau ngedumel, tetap ikhtiar untuk mengatasi kesulitan, dan sisanya pasrahkan pada Sang Penguasa Jagad Raya.
Dalam Islam, Alloh telah memberikan harapan bagi yang menghadapi kesulitan dengan dua kemudahan, seperti termaktub dalam Q.S. Al-Insyiroh 5-6. "Sesungguhnya sesudah kesulitan terdapat kemudahan".
Seringkali harapan itu terlupakan, sama seperti yang sedang saya alami *mulai curcol, emosi menguasai hati*
Padahal, dengan kesulitan, harusnya kita jadi jauh lebih kuat karena sudah ditempa. Ibarat kelapa, sudah jatuh dari ketinggian, sabut kelapa dirobek2, dibelah pakai parang, daging kelapa diparut, diperas2 sampai gepeng. Hasilnya, sari kelapa putih bersih bernama santan yang bikin rendang jadi seenak yang kita kenal dan biasa kita makan selama ini.
Sadis? Kelihatannya sih begitu. Tapi hasil akhir yang dicapai justru menjadi manfaat bagi banyak orang. Itu cara Ilahi menempa kita untuk menjadi yang Dia inginkan, yaitu calon penghuni surga dengan balutan keikhlasan di hati.

Gambaran betapa besar arti sebuah keikhlasan pernah saya baca di suatu artikel. Selama ini, kita selalu beranggapan bahwa memberi lebih baik sedikit, yang penting ikhlas. Sepintas masuk akal, tapi mindset ini harus kita ubah. Kenapa? Karena yang ada kita malah justru nggak sedekah2 juga karena nggak ikhlas2. Bagusnya malahan kita sedekah banyak meskipun nggak ikhlas. Bayangkan, biarpun kita nggak dapat pahala karena nggak ikhlas, tapi senggaknya uang itu menjadi jalan kebaikan dan mengangkat kesulitan orang lain. Bahkan doa bisa mengalir dari mereka untuk kita. Kalau sudah membiasakan diri, lama2 apa yang kita sedekahkan itu nggak memberatkan dan akan berbuah keikhlasan. Kemauan untuk membantu orang lain nggak semata dari materi, tapi bisa dari hal paling sederhana. Bisa dengan senyuman, jadi sukarelawan, atau kegiatan sosial lainnya, entah itu buat keluarga, rekan, relasi, atau orang yang nggak dikenal sekalipun. Terbiasa senyum, lama2 suka senyum (asal jangan sendirian ;p). Daripada nggak sama sekali kan?

Yuk kita belajar ikhlas!! ^.^

Mengenai Saya

Foto saya
Sedikit pendiam, perfeksionis, dan ingin menebar kebaikan buat orang sekitar