25 April 2011

Bukittinggi nan elok

Elok nian Bukittinggi itu. Sejak awal menginjakkan kaki di sana sampai pulang, kesannya betul2 melekat. Libur panjang akhir minggu lalu saya dan sebagian kecil teman kuliah saya, Adisty, Ulong, Sofyan, dan Latif, berlibur bersama. Kalau dipikir2, ini jadi ajang reuni kami juga setelah hampir 10 tahun saling mengenal. Tak terasa, usia semakin bertambah, waktu terus berlalu, dan kami masih seperti dulu.

Jumat pagi (22/4) kami berangkat terlambat 2 jam. Alasannya kenapa saya nggak mau bilang, karena nanti saya jadi seperti Prita. Komplain yang konstruktif supaya hal yang sama nggak terulang pada orang lain, eh malah jadi bumerang. Sudahlah. Intinya kami sampai di Padang hampir 2 jam kemudian. Kesan pertama, tampak sepi ya Padang itu. Ternyata bandara internasional Minangkabau itu di luar kota. Entah bagaimana nasib bandara lamanya. Di bandara kami dijemput om Syofyan, terhitung masih kakeknya Adisty. Beliau punya usaha rental mobil dan kafe di Bukittinggi. Bisa jadi pilihan buat teman2 kalau mau ke sana.
Dari bandara kami diajak ke Pantai Padang. Sederet restoran seafood menggoda kami untuk mampir. Makan sebentar, sholat Jumat, kami langsung ke arah Bukittinggi. Sepanjang perjalanan kami disuguhkan pemandangan yang luar biasa menakjubkan. Tipikal landscape-nya memang berbeda dengan yang selama ini saya lihat. Mulai dari Lembah Anai, tempat air terjun di pinggir jalan raya, belum lagi ngarai2 yang sedemikian luas dan tinggi. Di sepanjang perjalanan, kami juga mampir di beberapa tempat kuliner khas sana, seperti Pinyaram, semacam kue ketan yang memiliki rasa seperti cucur, juga Sate Mak Syukur, sate padang di Padang Panjang yang bumbunya belum pernah saya rasa sebelumnya.
Setibanya di Bukittinggi, kami ke Mess Anggraini dengan tarif hanya 100 ribu/malam untuk umum. Berbenah sebentar, kami langsung jalan lagi untuk makan malam di Turret Cafe milik Om Syofyan. Selesai makan, kami mengantar Adisty untuk bersilaturahmi dengan keluarga besarnya yang belum pernah dia kenal dan temui sebelumnya. Unik ^^
Besoknya, Sabtu pagi (23/4) kami langsung meluncur ke Ngarai Sianok. Pemandangan luar biasa indah. Dari situ kami ke Lobang Jepang yang masih satu kompleks, sarapan di Pical Ayang, lanjut ke Danau Maninjau. Karena keterbatasan waktu, kami nggak sampai di danaunya. Kami cuma berhenti di suatu jalan, entah kelok ke berapa (ke Maninjau perlu 44 kelok jalan). Dari sana, lagi2 mata kami dihiasi dengan indahnya lukisan Sang Maha Pencipta. Danau yang tertutup kabut dan dikelilingi ngarai tinggi membuat Maninjau makin elok. Puas berfoto2, kami langsung ke Batusangkar untuk lihat istana Pagaruyung. Berhubung habis terbakar, istana masih tertutup untuk umum, tapi kami tetap menyempatkan diri untuk berfoto. Arsitektur yang khas Minang dengan ukiran dinding kayu yang cantik dan berwarna-warni, juga ukuran yang tidak kecil semakin membuat saya terpana. Hebat juga orang Minang mengembangkan budaya mereka sampai sedemikian.
Dari sana, kami langsung balik ke Bukittinggi supaya masih sempat belanja di Pasar Ateh. Di tengah jalan sempat mampir di warung Cancang Kambing H. Marah di dekat perbatasan kota Bukittinggi. Lagi2 makanan yang belum pernah saya coba. Sesampainya kami di pasar, kami langsung belanja songket untuk ibu masing2 dan sekadar buah tangan. Foto2 di jam gadang sepuasnya, jajan cendol durian, dan air tawar yang sebetulnya cincau ditambahkan sejenis jeruk sebagai obat masyarakat Minang jaman dulu sebelum dikenal obat2an medis kedokteran seperti sekarang ini. Itu pengakuan uda penjualnya. Puas belanja dan foto2, kami makan malam di by pass, dijamu oleh keluarganya Adisty. Senang, tapi malu juga karena merepotkan keluarga mereka hehe..

Minggu pagi (24/4) saya joging keliling kota selepas shubuh. Udara dingin dan segar, pemandangan alami, diiringi obrolan warga setempat dengan bahasa Minangnya yang unik bikin saya makin menyenangi kota ini. Sepulang joging, saya dan teman2 keliling Bukittinggi lagi, mulai ke benteng Fort de Kock, kebun binatang, sampai museum. Jam 9 pagi langsung ke Padang karena harus kejar pesawat jam 1 siang dan menghindari macet. Di tengah jalan kami beli Bika, kue khas sana yang mirip dengan Wingko Babat Semarang. Menjelang bandara kami makan siang di restoran Lamun Ombak.
Tepat jam 12 kami tiba di bandara, usai sudah petualangan kami di sana. Terkesan buru2 karena waktu yang mepet, tapi nggak mengurangi kesan yang kami dapat. Seperti iklan, kesan pertama begitu menggoda, selanjutnya terserah Anda. Yang berencana liburan, nggak ada salahnya memasukkan Bukittinggi ke daftar incaran. Nggak akan menyesal ^^

18 April 2011

Perjalanan ke Hong Kong

Alhamdulillah, untuk kesekian kalinya, saya mendapat amanah lagi untuk menimba ilmu ke negeri seberang. Kali ini, giliran negeri Cina yang saya sambangi, tepatnya ke Hong Kong. Awalnya saya nggak suka dengan Hong Kong, berhubung "rasa2nya" bakal susah cari makanan halal di sana. Belum lagi, Caucasian-minded yang bikin saya rasanya selalu pengen ke negeri2 bule.

Tapi, pengalaman selama seminggu tinggal di sana membuat pikiran saya berubah total. Kota yang tertib biarpun terdiri dari blok2 kecil yang sempit karena diapit gedung2 tinggi. Betul2 bukan tipikal kebanyakan kota di Asia yang semrawut. Mungkin ada bagusnya juga negeri ini sempat dikuasai Inggris, jadi nilai2 sosial positif bisa berkembang, membudaya dan melekat dalam keseharian mereka. Selain itu, kota ini memiliki banyak ragam transportasi publik, mulai dari tram sampai subway (di sana disebut MTR) dengan fasilitas yang memadai, modern, dan murah. Itu yang membuat masyarakat sana lebih memilih naik transportasi publik ketimbang bawa mobil pribadi yang tentunya bisa dihitung dengan jari. Menuju masing2 moda angkutan itu pastinya perlu jalan kaki. Itu yang membuat mereka tampak bugar, nggak gampang capek dan nggak ngos2an waktu jalan jauh. Another positive thing about people of Hong Kong. Kita perlu berkaca pada mereka.
Uniknya lagi, pakaian mereka modis2, beda banget dengan orang2 kita kebanyakan. Hampir nggak ada yang tampak culun dan dandan seadanya. Rambut tertata rapi, pakaian yang dipadankan dengan sepatu yang mengkilap, belum tasnya yang trendi. Bikin sirik deh :)

Selama seminggu di sana, saya tinggal di wisma KJRI, kawasan Causeway Bay. Enaknya tinggal di sana, selain murah (HKD250/malam), banyak warung yang menyediakan masakan Indonesia, dan pastinya halal. Harga makanan rata2 berkisar HKD40. Kurs waktu itu sekitar Rp1100-an/HKD. Hitung aja jadinya berapa. 4 hari kursus yang saya ikuti terletak di 2ifc, hanya 3 stasiun jaraknya dari penginapan. Gedung dengan 70-an lantai, menjulang dengan angkuhnya, pertanda pusat ekonomi Hong Kong berada.

Setiap selesai kursus, saya dan teman2 kursus dari tempat kerja saya selalu menyempatkan diri jalan2. Mulai dari Causeway Bay dengan toko2nya yang bertebaran, menggoda setiap mata yang lapar dengan barang2nya yang branded dan murah. Harga gadget bisa sampai 2 juta selisihnya dengan di sini. Beli elektronik, sesuai saran panitia kursus, mendingan ke Broadway atau Fortress. Terjamin keasliannya. Untuk harga perabotan rumah murah, satu baju dengan harga yang sama di sini, di HK bisa dapet dua potong. Menggoda iman :)
Kami sempat juga ke Mong Kok dan Tsim Sha Tsui, keduanya di kawasan Kowloon. Kurang lebih mirip Causeway Bay, tapi lebih semrawut. Kalau mau cari suvenir, di sana enak karena banyak pilihan dan murah. Kalau secara kualitas, ya mesti pinter2 milih juga sih. Oia, waktu ke Ladies' Market, sempet kejam lho. Barang bisa ditawar sampai sepertiganya. Tapi ya dengan bonus muka jutek a la mereka sih hehe..
Wisata lainnya, kami sempat ke The Peak, puncak bukit yang ada di HK, dicapai dengan menggunakan tram. Harga HKD50 p.p. kalau pakai Octopus. Octopus itu kartu untuk naik segala macam moda transportasi umum di sana, bisa dibeli dengan harga HKD150 (100 untuk ongkos dan 50 deposit). Kalau udah mau pulang, kartu ini bisa direfund lho, semuanya. Back to topic, sayang karena nggak satupun dari kami yang bawa kamera, seadanya lah foto2 pakai kamera hp, dan itupun kehabisan batere di tengah2 foto. Mau foto di atas bisa sih, tapi mahal. Ukuran 6R yang paling kecil aja udah HKD100. Kalau patungan, bingung nanti fotonya buat siapa, berhubung cuma dapet satu.

Khusus weekend, hari Sabtu (16/4) kami ke Ngong Ping, tempat patung raksasa Buddha berada. Kita di Central transit untuk ambil Thung Cung Line. Dari stasiun, kami naik cable car hanya dengan HKD80 (single trip) karena pulangnya kami berencana naik bis, cukup dengan HKD17. Itu supaya banyak pemandangan yang bisa diliat :) Kalau mau round trip, cukup bayar HKD115 saja.
Setiba di Thung Cung, kami mampir ke Citygate Outlet, mall dengan barang2 diskonan 30-70%, all-year round ^^ Kalap juga sih, borong jam tangan asli di sana ;p Puas belanja dan makan siang, kami langsung ke Disneyland. Bukan untuk main. Selain nggak tertarik, emang udah bukan umurnya lagi. Jadi kami cuma cari suvenir di Disneyland Hotel. Sepulang dari sana, saya pun belum puas. Saya kembali menjelajahi toko2 pakaian di Causeway Bay. Berkantong2 akhirnya yang masuk koper. Betul2 surga dunia, murah dan terjangkau, tanpa pajak, branded. Kapan2 kayaknya perlu ke sana lagi khusus buat belanja ^^

Mengenai Saya

Foto saya
Sedikit pendiam, perfeksionis, dan ingin menebar kebaikan buat orang sekitar