Ramadhan yang lalu bukan saja "memaksa" kita untuk berbuat baik di bulan suci saja, tapi juga menjadikannya kebiasaan yang terus melekat. Orang yang temperamental dan suka marah2 dipaksa untuk bersabar, senggaknya sampai maghrib. Yang suka ngomongin orang, mendadak jadi orang pendiam dan alergi kalau ada orang saling mencela saudaranya karena khawatir pahala puasa berkurang. Yang biasanya lupa atau nggak sempat bersedekah, di bulan Ramadhan mendadak kita berlomba2 kasih makan orang untuk buka puasa. Yang biasa makan menggila dan tanpa aturan, tiba2 cuma makan seadanya karena perut gampang terasa kenyang. Ya, ibadah Ramadhan sangat identik dengan perbaikan, pembersihan, dan pengendalian diri. Bukan hanya untuk diri pribadi, tapi juga sosial kemasyarakatan. Kita diajarkan untuk lebih peduli dan lebih tergerak untuk benar2 membantu meskipun dalam taraf kecil dan sederhana, ketimbang hanya protes dan mengkritik para pemangku kebijakan tanpa berbuat apa2.
Ramadhan memang terlalu indah untuk dilewatkan begitu saja. Detik demi detik berlalu sudah sepantasnya dihabiskan untuk mendulang pahala sebanyak yang kita bisa. Ramadhan memang sudah berlalu. Harapan diterimanya ibadah tentu muncul di setiap benak muslim yang mengisinya dengan suka cita. I miss Ramadhan already. Semoga Allah swt mempertemukanku dengan Ramadhan tahun depan. Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar