Sebelum kita melakukan suatu tindakan, pikirkan berulang kali sebelum kita menyesali perbuatan kita. Mungkin kalimat itu sudah sering kita dengar. Tapi kalau belum mengalaminya sendiri, kita mungkin menganggap mudah melakukannya. Tapi ternyata sebaliknya. Itu yang saya petik dari kejadian kemaren, 14/8. Memang apa yang saya lakukan sepele. Pekerjaan yang saya lakukan sudah mengalami titik jenuh karena tidak kunjung selesai. Tidak selesai bukan berarti karena tidak bisa mengerjakan, tapi pekerjaan itu selalu diubah dari hari ke hari. Mungkin maksudnya baik, yaitu demi kesempurnaan. Tapi kalau itu dilakukan sampai berhari2 dan kesan tak berujung, lama2 otak tumpul juga. Disuruh mikir ini itu juga udah males. Di akhir hari, atasan saya mulai ngomel2 lagi. Tidak terima dengan perkataan dia, saya hanya diam tapi geram. Begitu dia pulang, saya langsung mengamuk "sekadarnya" di kantor di depan teman kantor saya, Myrna. Saat itu, saya ngomel2 tentang kondisi pekerjaan dan masalah keluarga. Saya yang selama ini mencoba untuk menjadi pribadi yang sabar, tulus, ikhlas, murah senyum, istiqomah, dan ramah seketika berubah. Saya nggak tau kenapa saya bisa melakukan hal seperti itu. Entah memang saya lagi kalap, atau memang itu sifat asli saya dan baru menampakkan wajah aslinya setelah "dibangunkan"? Entahlah. Yang jelas, saya sangat menyesali perbuatan saya kemarin. Saya berjanji akan terus memperbaiki diri.
Terus terang, saya di keluarga termasuk yang temperamental. Tidak sedikit korban dari kemarahan saya, mulai dari kakak, adik, sepupu, teman sekolah, dll. Tapi semenjak sekitar tahun 2000, terjadi perubahan total dalam diri saya. Ini dipicu dari seringnya saya membaca buku agama dan mendengar ceramah mengenai manajemen qalbu dari salah seorang da'i di Bandung yang pada waktu itu mulai kondang di seantero Bandung. Mulailah saya melakukan proyek pembenahan besar2an pada diri dan kepribadian saya. Alhamdulillah itu berhasil.
Untuk minggu ini, hal kebalikan justru yang terjadi. Saya nggak tau. Apa karena saya stres (tapi saya tidak merasa stres) atau karena kemarahan yang terpendam selama ini (ini mungkin masuk akal, karena selama ini saya tidak pernah bereaksi apapun kalau dimarahi atau dikomentari yang tidak sedap). Tapi yang membuat saya menyesal adalah, kenapa saya harus bereaksi sejauh itu, dan kenapa saya tidak melakukan hal yang lebih terpuji lagi. Ketimbang marah pada orang dan keadaan, lebih baik berzikir dan berdoa, sholat dan mohon ampun. Astaghfirulloh.... Semoga Alloh SWT selalu menuntun saya ke arah yang lebih baik dan menjadi pribadi yang diharapkanNya. Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar