Eyang Putri, biasa kami panggil Uti, menghadap ke hadirat Illahi Robbi pada (16/3) dini hari di Manokwari akibat sakit. Beliau, terlahir dengan nama Muryatmi dan sangat kami cintai, meninggal di usia 80 tahun dengan meninggalkan 1 suami, 11 putra putri dan puluhan cucu cicit.
Saya tidak bisa mengikuti prosesi pemakaman beliau karena saya nggak dapat tiket ke Manokwari. Sedih banget rasanya, tapi bagaimana lagi. Keadaan nggak memungkinkan. Yang lebih penting doa bagi arwah beliau dan semoga iman islam serta amal ibadah beliau diterima di sisi Alloh swt. Amin.
Terus terang, tidak banyak kenangan yang melekat di benak saya tentang Uti karena memang kontak secara langsung dengan beliau tidak banyak. Sejak lahir hingga kuliah saya tidak pernah bertemu beliau kecuali barangkali waktu saya masih kecil. Saya nggak terlalu ingat momen itu. Tapi, pertama kali saya bertemu beliau di masa dewasa adalah tahun 2006. Tepat setelah menyelesaikan proyek dosen, menjelang Idul Fitri, dan setelah pengumuman bahwa saya diterima di tempat kerja sekarang, saya pergi ke Papua untuk pertama kalinya. Saya bertemu dengan Uti dengan perasaan segan dan takut. Jelas perasaan itu menyeruak karena saya dengar dari saudara2 saya kalau Uti galak. Tapi nyatanya waktu saya bertemu beliau, kok nggak ya. Bahkan beliau teramat baik sama saya. Saya dimasakin makanan, dibelikan durian satu karung, sampai2 waktu mau pulang ke Jawa beliau ikut mengantar sambil bawa keripik sukun satu kardus besar. Sekarang, beliau pergi untuk selamanya.
Selamat jalan Uti, semoga diterangkan dan dilapangkan alam kuburnya. Percayalah kalau kami selalu mencintai dan menyayangi Uti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar