Inna lillaahi wa innaa ilaihi rooji'uun. Telah berpulang ke Rahmatullah, kyai pembesar Nahdlatul 'Ulama (NU) sekaligus Presiden ke-4 RI, K.H. Abdurrahman Wahid alias Gus Dur dalam usia 69 tahun. Beliau wafat di RSCM pukul 18.45 WIB akibat mengalami komplikasi jantung, stroke, diabetes, dan ginjal.
Mendengar nama Gus Dur, ingatan kita tidak akan lepas dari NU dan perannya sebagai pemimpin tertinggi republik ini meskipun tidak sampai 2 tahun. Memang kondisi negara ketika itu baru memasuki tahap pemulihan dan reformasi setelah dihantam krisis moneter. Tugas berat tentunya bagi seorang Gus Dur untuk memimpin bangsa dalama masa transisi di tengah kondisi fisiknya yang terbatas. Tapi sebagai negarawan yang sangat mencintai tanah airnya, beliau tidak pantang menyerah dalam membawa bahtera negara ini ke arah yang lebih baik. Terbukti, banyak jasa beliau ditorehkan semasa menjabat sebagai kepala negara. Setidaknya, beliau membuka "keran" kebebasan beragama yang selama ini tersumbat pada pemerintahan sebelumnya. Kong Hu Chu diakui sebagai agama negara dan kebudayaan Tionghoa diakui sebagai bagian budaya nasional. Implikasinya, berbagai perayaan dalam menyambut tahun baru imlek diperbolehkan seiring dengan diberlakukannya tahun baru tersebut sebagai hari libur nasional. Hal tersebut menjadi simbol pluralisme yang dianut cucu dari pendiri NU ini, yaitu semua keyakinan bebas berkembang di negeri ini. Tentunya tetap dalam koridor kerukunan antar-umat beragama.
Bukan Gus Dur namanya kalau tidak membuat keputusan kontroversial. Ketika Inul dihujat berbagai kalangan akibat goyangannya yang dianggap seronok, beliau justru tampil di depan mendukung Inul. Ketika isu gerakan separatis sedang memanas, beliau justru mengizinkan pengibaran bendera gerakan separatis tersebut untuk dikibarkan di daerah konflik. Terang saja hal itu menimbulkan berbagai pro dan kontra.
Ketika melihat tayangan penyerahan jenazah beliau kepada pemerintah melalui Ketua MPR Taufik Kiemas pagi tadi, saya tiba2 teringat kontroversi kyai ini semasa menjabat dengan seringnya pelesir ke luar negeri. Di tengah kondisi negara yang masih terseok-seok akibat dihantam krisis moneter, beliau malah menciptakan rekor tertinggi pergi ke LN. Dulu saya merasa sangat benci dengan apa yang beliau lakukan. Tapi saat menonton acara tadi, saya tiba2 berpikir jangan2 memang ada alasan beliau melakukan itu namun tidak terinfokan dengan baik. Ternyata, dugaan saya memang benar. Panjang umur, pagi tadi saya sempat melihat berita di berbagai media pemberitaan di internet baik dalam maupun luar negeri, tanpa diduga sampailah saya pada artikel yang ditulis oleh asisten pribadi beliau ketika menjadi presiden. Beliau memang ada motivasi dalam melakukan perjalanan ke luar negeri. Ternyata banyak dari negara2 yang beliau kunjungi merupakan negara peserta konferensi Asia Afrika. Brazil mengekspor ratusan ribu ton kedelai ke AS sementara kita mengimpor setengahnya dari AS, maka beliau datang ke Rio de Janeiro untuk membeli langsung dari Brazil tanpa melalui AS. Sementara itu, Venezuela mengimpor 100% rempah2nya dari Rotterdam sementara kita mengekspor 100% rempah2 ke Rotterdam. Yang beliau lakukan, menawari Hugo Chavez untuk membeli rempah2 langsung dari kita. Kepada Sultan Hassanal Bolkiah, beliau mengusulkan pembangunan Islamic Financial Centre di Brunei Darussalam lalu membujuk para pemimpin di Timur Tengah untuk menempatkan dananya di sana ketimbang di Singapura. Malu rasanya diri ini sempat membenci beliau di balik kebersihan niat baiknya untuk memajukan meskipun tidak didukung oleh rakyatnya sendiri.
Gus Dur tetaplah Gus Dur. Kini, tidak ada lagi negarawan dengan kelakarnya yang khas.
Selamat jalan Gus Dur, jasamu akan selalu dikenang. Semoga engkau diterima di sisi-Nya. Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar