Oki Jelly
Pengalaman, ide, harapan, dan prinsip yang dituangkan dalam tulisan
05 Desember 2013
Pentingnya Asuransi Kesehatan
18 November 2012
Liburan yang Terlalu Singkat di Aceh
Kali ini, aku liburan ke Aceh. Setelah ke Bengkulu beberapa bulan lalu, aku dan beberapa teman kuliah dan kantor -Ulong, Icha, dan Aya- sepakat untuk bikin mini-gank traveling dan menyasar Aceh sebagai destinasi berikutnya. Mmm.. nantinya akan banyak foto karena saking pengennya berbagi info mengenai liburan di Aceh ini. Semoga bisa menginspirasi yang lain untuk liburan ke sana.
Kami ke sana mengambil libur panjang 15-18 November 2012. Waktu ke Bengkulu, niatku adalah mencari tempat wisata yang jarang diketahui orang dan aku bisa menikmati alam sepuasnya. Sekarang, Aceh mungkin udah mulai populer sejak bencana tsunami akhir tahun 2004 lalu, tapi tetap dunia pariwisata sepertinya belum terlalu berkembang, terutama di kalangan wisatawan mancanegara. CMIIW. Nah, niatku sekarang nggak kalah menggebu, yaitu berwisata di tempat yang belum terlalu populer, sekaligus wisata kuliner. Oia, selama liburan, aku dibantu teman kuliah, Defri, yang memang asli orang Aceh. Awalnya sih dia mau ikut liburan, tapi ternyata dia baru tau kalau istrinya hamil. Urung bergabung, dia tetap berkomitmen membantu liburan kami selama di Aceh berjalan lancar.
Tanggal (15/11) siang kami tiba di Banda Aceh setelah menempuh perjalanan selama 4 jam, termasuk transit di Medan. Dijemput Defri, kami langsung meluncur ke pelabuhan Ulee Lheue. Terletak di utara Banda Aceh, lokasi ini menjadi penghubung kami ke tujuan wisata utama kami, Sabang di Pulau Weh. Tapi, karena ini libur panjang, tiket kapal sudah habis terjual. Sistemnya memang agak unik, kita harus beli di tempat. Jadi, nggak ada semacam travel agent untuk beli dari jauh2 hari, apalagi beli online, jauh panggang dari api deh. Kami sempat khawatir karena udah booking hotel di Sabang untuk 2 hari. Sayang kan kalau sampai hangus gara2 nggak dapat tiket kapal penyebrangan. Beberapa saat kemudian, petugas lapangan mengumumkan kalau ada kapal tambahan yang akan berangkat jam 5 sore. Orang2 sontak langsung antri di depan loket yang ditunjuk oleh petugas meskipun masih tutup. Setelah "puas" mengantri, akhirnya jam 5 kapal berangkat, dan sampai di Sabang 1 jam kemudian. Dari situ, kami sudah ditunggui oleh teman Defri yang akan mengantarkan kami ke hotel. Di perjalanan, kami sempat berhenti untuk makan malam di Cafe Tepi Aneuk Lot, dengan menu utama mie Aceh. Kenapa mie Aceh, nanti kuceritakan lagi di belakang :) Sekitar jam 8 malam kami sampai di hotel The Point Sabang Resort.
Tanggal (16/11), kami pergi ke pantai belakang hotel. Nggak belakang persis sih, karena cuma ada tebing dan langsung laut berkarang. Kita mesti jalan ke samping, dan ada jalan tembus ke hotel Freddie. Seperti apa pantainya? Lihat aja sendiri. Nggak cukup dengan kata2 untuk menggambarkan keindahannya.
Di pantai ini sebetulnya kita bisa snorkeling. Tapi, karena tujuan utama kami adalah snorkeling di spot ternama di sana, akhirnya kami cuma berenang. Puas bermain, kami sarapan dan langsung bersiap2 menuju Iboih. Di sana, kita bisa snorkeling sepuasnya meskipun waktunya terbatas. Kenapa? Ini dia alasannya. Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung tiba2 menjadi peribahasa yang amat penting di sana.
Sepanjang di Sabang, kami diantar oleh bang Rizal. Saya sengaja sebut, karena ada cerita unik nantinya dibalik nama itu hehe.. Mobilnya pun unik, Mitsubishi Colt Plus. Nggak pernah dengar kan? Mobil itu memang nggak dijual bebas di Indonesia. Berkat statusnya sebagai pelabuhan bebas, Sabang memang kebanjiran mobil impor bekas, terutama dari Singapura. Sekilas mirip Honda Jazz sih.
Kembali ke perjalanan. Berdasarkan masukan dia, kami mengarah ke Tugu Nol Kilometer dulu di ujung barat pulau sebelum ke Iboih selepas Jumatan di masjid raya Sabang. Matahari terlalu terik, kami pun nggak kuat berlama2 di luar mobil. Berfoto sebentar, kami langsung ke Iboih. Di sana, tempatnya luar biasa ramai. Karena libur panjang kali ya. Kami langsung antri di loket untuk sewa kapal yang akan mengantarkan kami ke spot penyelaman. Lucunya, spot penyelaman dibagi dua, pertama untuk wisatawan lokal dan kedua untuk wisatawan mancanegara. Yang untuk bule, lebih jauh dan lebih mahal, tapi lebih indah pastinya. Apa mau dikata, yang penting bisa snorkeling, itu sudah lebih dari cukup. Cuma sekitar 5 menit berlayar, kami sampai di tempat tujuan. Indahnya? Lagi2 susah diungkap dengan kata2. Sayang, kami nggak bawa kamera tahan air. But trust me, we were so stunning. It was extremely beautiful. Kami main sekitar 2 jam saja dan langsung kembali ke hotel untuk makan malam. Di balik kecantikan lautnya, di sana susah mencari kamar kecil untuk buang air kecil dan kamar ganti. Kamipun harus ke masjid setempat untuk bersih2, itupun mesti antri beberapa menit, bersaing dengan wisatawan lainnya.
Malamnya, kami cari makan malam dan mulai menetapkan untuk mencicip mie Aceh di berbagai restoran semampu kami. Kami yakin, mie Aceh di tempat asalnya pasti lebih enak dan punya ciri khas masing2. Malam itu, kami ke suatu kedai, sayang aku lupa namanya. Selain mie, aku juga minum kopi karena katanya kopi Aceh terkenal enak. Padahal aku sendiri jarang minum kopi, tapi berhubung lagi di Aceh kenapa nggak?
Tanggal (17/11) pagi, kami lagi2 main di pantai belakang hotel sampai menjelang siang. Selepas cek out sambil menunggu jadwal kapal sore untuk kembali ke Banda Aceh, kami makan siang, kami sambangi Kedai Kopi Beuna Raseuki. Kata bapak penjualnya artinya banyak rejeki. Rasanya? Aku berani bilang bahwa di sini adalah mie Aceh terenak yang aku makan selama liburan di Aceh, bahkan mengalahkan mie Aceh legendaris di Banda Aceh.
Selepas makan, kami menghabiskan waktu ke Anoi Itam yang berarti pasir hitam dalam bahasa Aceh. Di sana, kami ke benteng Jepang yang letaknya di bawah tanah pinggir tebing. Jadi, wujudnya lebih seperti bukit, tapi ada lubang tempat meriam. Di sana sepi banget, dan sepertinya belum terlalu populer dibanding Iboih atau Tugu Nol Kilometer.
Malam itu, setelah kami cek in di Hotel 61 di kawasan Peunayong, kami jalan2 di sekitar sana. Pertama, kami makan malam di Mie Razali yang terkenal dengan mie Aceh kepitingnya. Ini mie Aceh ketiga yang kami cicipi. Puas dan lahap setelah menyantap, kami agak ke arah utara dan mencari oleh2, mulai dari kopi Aceh, kain tenun, kaos bergambar khas Aceh, sampai aneka jajanan. Sambil belanja, aku tanya ke beberapa penduduk lokal mengenai lokasi taman kerang. Waktu tinggal di Medan, aku pernah ke sana dengan keluarga. Taman itu terkenal karena memang lapangan luas itu beralaskan kulit kerang. Orang yang makan kerang di sana tinggal buang cangkangnya ke tanah, akhirnya bertumpuk dan jadi ciri khas taman kerang itu. Tapi warga bilang, tempat itu sudah bersih tersapu tsunami. Tempat itu ternyata masih ada meski hanya tinggal nama, tapi di sana masih tetap dijejali dengan para pedagang aneka kerang, mulai dari kerang rebus, sampai sate kerang.
Tanggal (18/11) hari terakhir kami di Aceh, pagi2 aku cari sarapan di luar hotel sambil lihat suasana Minggu pagi. Unik, sedang ada olahraga bersama di tengah jalan, dan ternyata barisannya terpisah. Syariat Islam memang merambah ke segala aspek hidup masyarakat setempat, olahraga di jalanan sekalipun.
Selepas sarapan, kami bertemu dengan bapak taksi itu, lalu mulailah kami menjelajahi Banda Aceh dengan tema tsunami, mulai dari masjid raya Baiturrahman sebagai salah satu tempat berlindung warga saat tsunami menerjang, Lampulo tempat kapal nelayan terdampar di pemukiman penduduk dan sempat menjadi "Noah's Ark" yang menyelamatkan beberapa penduduk yang terseret gelombang tsunami, sampai PLTD apung yang jaraknya sekitar 5 km dari pantai. Bisa dibayangkan dahsyatnya kekuatan tsunami ketika itu. Kami memang nggak banyak ambil gambar selama wisata sejarah tsunami tersebut karena merasa nggak tega dengan para korban.
Menjelang sore, kami meluncur ke arah bandara, tapi kami mampir dulu untuk minum kopi di Dapuh Kupi yang katanya memang terkenal di sana. Dari sana, kami lanjut makan ayam tangkap di RM Aceh Rayeuk yang berarti Aceh Besar sesuai saran bapak taksi itu (berbaju merah). Ayam tangkap itu ayam kampung yang dimasak dengan aneka dedaunan, seperti daun pandan, daun salam koja. Rasanya ruarrr biasa maknyus. Harus dicoba kalau pergi ke Aceh.
Lucunya, kami sempat iseng tanya salah satu nama pelayan, dia menjawab Rizal (berbaju batik hijau di tengah). Sontak kami tertawa lepas. Kami merasa, banyak sekali yang bernama Rizal di Aceh. Mungkin ada suatu masa di mana Rizal menjadi nama favorit di Aceh. Kami pun menceritakan itu ke bapak sopir taksi, dan dia pun menjawab bahwa putranya yang selamat dari tsunami itu juga bernama Rizal. Hmm.. oke. Ini lebih dari lucu hahaha..
Sebagai penutup perjalanan kami, menjelang bandara kami mampir sebentar di kuburan massal untuk mendoakan para korban, termasuk istri dan anak bapak taksi. Semoga mereka sudah tenang di sana. Wisata kali ini nggak sekedar bersenang2 di pantai yang nggak terlalu ramai dan populer, tapi juga wisata religi karena turut mengenang para korban tsunami dan merenungi makna hidup. Selain itu, wisata kuliner yang luar biasa juga semakin melengkapi keceriaan liburan kali ini. Masih banyak tempat wisata yang belum sempat dikunjungi, yang tentunya menjadi daya tarik bagi kami untuk kembali berwisata ke sana.
22 Juli 2012
Momen Hijrah
Barusan nonton Just Alvin di Metro TV dengan tema "Beda Dulu Beda Sekarang". Alvin mendatangkan bintang tamu Yessy Gusman, Astri Ivo, Wanda Hamidah, dan Eddis Adelia. Inti dari kedatangan mereka adalah berbagi kisah dengan pemirsa titik balik dalam kehidupan mereka yang mengubah mereka menjadi seperti sekarang. Sebut saja, Wanda yang berkomitmen terjun ke dunia politik karena kegemarannya berderma sosial sehingga mendorongnya untuk menjadi pejabat yang berkuasa membuat kebijakan yang pro-rakyat. Tidak hanya segelintir, tapi efek dari kebijakannya bisa menyentuh jutaan orang Indonesia.
Lain Wanda, lain pula Eddis. Dia yang sempat mencicipi dunia hedonisme jahiliah disadarkan setelah ibundanya yang begitu dicintainya berpulang. Saking cintanya, agar doanya sampai ke ibundanya, dia hijrah menjadi wanita sholihah sebagai syarat diijabahnya doa.
Lain mereka, lain pula saya. Saya pikir mungkin ada beberapa momen penting dalam hidup yang membuat saya menjadi seperti sekarang. Tidak perlu lah membongkar aib apa yang pernah saya lakukan ketika di masa jahiliah. Alloh Yang Maha Pemurah telah menutupkan aib untuk saya.
Momen pertama adalah ketika orang tua bercerai. Pandangan saya tentang lembaga pernikahan seketika berubah ke arah negatif (meskipun berubah lagi seiring waktu), saya yang jauh dari agama dan bahkan merasa asing, perlahan tapi pasti saya mulai mengenal dan mendekat pada agama.
Momen kedua adalah ketika nonton film Ayat-Ayat Cinta. Pesan yang disampaikan langsung kena ke hati. Apa itu Islam, sampai bagaimana cinta sepasang insan begitu indah dalam Islam dengan taarufnya. Saya yang sempat "terlena" dengan dunia pun lagi2 "ditampar" untuk segera kembali padaNya. Mulai memperhatikan wanita yang tepat untuk dijadikan pendamping, mulai mencintai masjid dan ibadah sunah, itu jadi pengisi hari2 ketika itu. Tapi sayang, lagi2 saya kembali "tertipu" dengan dunia. Apakah Ramadhan tahun ini dan pernikahan saya Oktober kelak akan jadi momen ketiga hijrah saya? Semoga saja. Semoga Alloh swt merahmati saya. Amiin yra.
22 Juni 2012
Pengalaman buruk bersama AirAsia
Hmm... Entah mesti mulai dari mana. Awalnya sih, saya berencana pergi ke Solo dan sekitarnya demi merajut masa depan #hayah# sambil ajak adik2 sekeluarga liburan, termasuk pengasuhnya ponakan. Kepanikan pertama datang karena berangkat dari rumah jam 4.37 padahal batas cek in 5.20, sementara waktu tempuh normal dari rumah ke bandara 45 menit. Untung bisa web check-in dan setibanya di sana cuma ke counter baggage drop aja. Padahal, pas kita sampai bandara itu sudah dipanggil untuk boarding.
Kepanikan kedua dan masalah baru kembali muncul, kali ini dari pengasuh. Pengasuh itu dari desa dan dia nggak tau tanggal lahirnya. Waktu saya booking, saya masukkan tgl lahir dia secara asal, yang penting umurnya sesuai dengan pengakuan dia, yaitu 16 tahun. Karena nggak ada KTP, di counter check-in dia ditanya tgl lahirnya tapi pas saya nggak mendampingi dia. Saya pun nggak memberi tau kesepakatan tglnya karena nggak kepikiran. Karena si pengasuh gelagapan, mba counter check-in itu menolak mentah2 si pengasuh untuk ikut bersama kami karena dianggap orang yang berbeda dengan yang diinput ketika booking. Entah saya harus marah, kesal, atau apa. Bahkan mba counter itu menyarankan kami tetap pergi dan meninggalkan pengasuh. What the hell. Kamu pikir dia orang Jkt yang tau jalan dan ada uang untuk kembali ke rumah? Bahkan tgl lahirnya sendiri pun dia nggak tau, apalagi jalanan dan moda transportasi ke Bintaro.
Saya tau, demi keselamatan dan kepentingan bersama, AirAsia harus menerapkan aturan tegas yang berlaku bagi semua orang. Tapi, kalau kasusnya memang orangnya nggak tau tgl lahir gimana coba. Mba di counter check-in itu sampai bilang masa nggak tau tgl lahir. Lah kalau kenyataannya memang nggak tau, gimana? Sudah seharusnya pihak AirAsia bisa mengambil diskresi dalam hal ini. Tidak sekedar aturan baku yang mesti ditegakkan. Rasanya di ranah manapun ada aturan dan diskresi yang berjalan bersamaan tanpa saling tumpang tindih. Bahkan di kebijakan moneter tempat saya bekerja sekalipun.
Saya pun akhirnya beralih ke maskapai lain yang jauh lebih toleran terhadap hal ini. Semoga citra AirAsia tetap baik meskipun perlakuan dan bahasa mba2 di loket tadi, juga tidak adanya ruang untuk diskresi sama sekali tidak membuat keadaan menjadi lebih baik. Saya juga minta maaf karena kasus, kejadian, dan keterlambatan tadi, membuat banyak pihak dirugikan, termasuk mas2 yang pegang walkie talkie sampai harus marah2.
09 April 2012
Bengkulu: Ada Wisata Apa di Sana?
Justru itu, karena (katanya) nggak terlalu banyak yang bisa dilihat dan kurang populer, membuat tiket menuju Bengkulu menjadi sangat murah, bahkan biarpun belinya mepet. Apalagi, kebetulan maskapai Merpati baru saja membuka rute Jakarta-Bengkulu setelah sempat vakum. Liburan ini dibilang mepet karena direncanakan hanya seminggu sebelum berangkat. Saya dengar banyak objek wisata alam, kuliner, dan sejarah yang bisa saya kunjungi. Itu yang membuat saya bersikeras untuk ke sana. Saya cuma berdua dengan Wulan, teman kuliah yang sekarang sama2 kerja di Jakarta. Tapi saya juga akan ditemani teman lainnya di sana yang berminat juga untuk mencari tau ada apa di Bengkulu meskipun mereka sendiri tinggal di sana.
---
Total pengeluaran per orang +/- 1,58 juta
Tiket p.p. Jakarta-Bengkulu: 890.000
Akomodasi (makan, transportasi, tiket masuk, oleh2): 690.000
25 Maret 2012
Liburan (lagi) ke Semarang-Solo
14 Maret 2012
SKJ 88: memasyarakatkan olahraga dan mengolahragakan masyarakat
Awalnya, saya agak lupa dengan gerakan senamnya, tapi setelah lihat videonya, saya mulai ingat. Gerakannya sederhana, tapi cukup gampang diingat dan diikuti orang. Dengan begitu, semua generasi sebetulnya bisa melakukannya, mulai dari anak2 sampai orang tua. Entah siapa yang merancang gerakan dan menciptakan lagunya, tapi kombinasi keduanya membuat senam SKJ 88 menjadi favorit masyarakat dengan caranya sendiri. Ada yang dibuat rutin setiap hari jumat di sekolah, ada juga yang dibuat sebagai bahan ujian ebta praktek.
Senam SKJ 88 ini menjadi bagian kampanye pemerintah Orde Baru dalam memasyarakatkan olahraga dan mengolahragakan masyarakat. Upaya ini nggak lain untuk mencetak generasi yang sehat, kuat, nggak loyo, dan bisa diandalkan. Upaya ini berjalan seiring dengan program pemerintah Orde Baru lainnya yang dalam teori ekonomi dikenal dengan istilah "pertumbuhan ekonomi yang berkualitas". Pertumbuhan ini ditandai dengan penurunan kemiskinan dan pengangguran, naiknya pendapatan per kapita, berkurangnya kesenjangan sosial, meningkatkan rasa aman di masyarakat, juga disertai dengan mudahnya mengakses fasilitas dasar terkait infrastruktur, pendidikan, kesehatan, teknologi, inovasi, dan ketahanan pangan. Sebut saja di antaranya, program KB, posyandu, puskesmas, siskamling, swasembada pangan, kontrol harga pangan strategis melalui BULOG, pendidikan wajib belajar (wajar) 9 tahun, pembangunan industri pesawat terbang, pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan, irigasi dan bendungan, sampai senam SKJ 88 ini.
Terlepas dari dugaan adanya sisi kelam Orde Baru dalam hal penegakan HAM, kebebasan berpendapat, dan korupsi yang tersistematis, Orde Baru setidaknya menaruh perhatian besar pada penciptaan kualitas pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan kualitas manusia Indonesia yang dirasa sangat akseleratif dan progresif ketika itu. Apa yang mereka lakukan sejalan dengan teori pertumbuhan ekonomi endogen, di mana peran manusia sangat penting dalam menciptakan pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan (sustainable) mengingat peran kapital yang akan semakin terbatas dalam jangka panjang akibat adanya diminishing return to capital.
Memang banyak hal buruk di masa lalu yang sudah menjadi bagian dari sejarah, tapi masih nggak kalah banyak hal positif di masa lalu yang sejatinya masih bisa kita lestarikan, salah satunya senam SKJ ini. Nggak terasa 24 tahun yang lalu saya pelajari, ikuti, dan ingat gerakan senam itu. Rasanya sekarang perlu menggalakkan program penyehatan massal itu lagi untuk generasi mendatang. Program lainnya yang sempat terhenti idealnya dihidupkan kembali untuk menjamin peningkatan kualitas manusia Indonesia ke depan. Semoga!
Mengenai Saya
- Oki Jelly
- Sedikit pendiam, perfeksionis, dan ingin menebar kebaikan buat orang sekitar